KISAH UNIK TENTANG MEROKOK

Di web ini telah ditulis himbauan Rektor untuk tidak merokok. Pak Jo beberapa kali menulis tentang hal yang sama, dengan format yang berbeda. Bu Fat juga menanggapi positif, bahkan di kantornya juga sudah terpasang himbauan itu sejak tiga tahun yang lalu.
Dalam tulisan ini, saya ceritakan kisah unik tentang merokok ini dari sudut pandang perokok. Kisah ini nyata, dalam arti: saya dengar, saya lihat, dan saya rasakan saat saya bergaul sangat dekat dengan para perokok itu, para sahabat saya. Semoga bermanfaat untuk bahan refleksi.

1. Merokok dan Toleransi
Seorang pejabat, bukan perokok, mendatangi suatu ruang tempat berkumpul para stafnya yang perokok berat. Ruang kecil itu penuh asap akibat hembusan asap sekitar 5—6 perokok. Sang pejabat hanya terdiam, termangu, di pintu ruang. Seorang perokok berkata kepada pejabat itu yang sekaligus juga sahabatnya, “Mas, masuk saja ke ruang ini. Lihat dan camkanlah, betapa kami, para perokok, penuh toleransi. Panjenengan yang tidak merokok kami perbolehkan masuk ke ruang kami yang penuh asap ini. Bandingkan dengan panjenengan, kami ‘kan tidak boleh masuk ruang panjenengan sambil merokok. Kami, para perokok, betul-betul manusia yang penuh toleransi”. Nah, logika apa ini?

2. Merokok dan Kematian (1)
Dalam sebuah tulisan kesehatan disebutkan bahwa merokok satu pak sehari berarti mengurangi umur perokok itu sekian menit. Sementara untuk menjaga kesehatan dan “umur panjang”, seseorang perlu berolahraga. Seorang perokok berat menimpali bacaan itu, “Ah, bohong tulisan ini. Lihatlah, apa ada ceritanya orang meninggal dunia saat merokok? Sebaliknya, banyak ‘kan orang meninggal saat sedang berolahraga, tenis lapangan, misalnya? Ingin tahu buktinya? Pak A meninggal saat tenis di lapangan tenis Jln. Surabaya; Pak B dan Pak C meninggal di lapangan tenis Jln. Gombong!” Nah, argumentasi apa ya ini?

3. Merokok dan Kematian (2)
Pada papan pengumuman terpampang tulisan bahwa telah meninggal dunia Pak Z. Seorang pengunjung di sebuah warung mengatakan bahwa Pak Z setahun yang lalu dilarang merokok oleh dokter karena sudah banyak sekali flek di paru-parunya. Pengunjung lain yang perokok berat menimpali “Wah, bisa jadi meninggalnya itu karena berhenti merokok. Coba saja, seandainya masih merokok …. dan sekarang boleh dan masih bisa merokok, tentu Pak Z masih hidup kan?” Nah, pokrol bambu kan?

4. Merokok dan Kematian (3)
Sudah lazim petugas kesehatan memberi penyuluhan bahwa merokok dapat memperpendek usia. Seorang perokok berat menimpali, “Mempercayai aku, atau mempercayai petugas kesehatan itu? Perhatikan, Deng Xiao Ping itu perokok berat, dia meninggal dalam usia lebih dari 94 tahun. Salah seorang mantan Rektor UM ada yang perokok berat, sampai sekarang usianya lebih dari 80 tahun dan masih bisa jalan-jalan.” Sekalipun petugas kesehatan itu memberikan data statistik yang meyakinkan tentang jumlah penderita penyakit paru dan penyakit jantung akibat merokok baik yang berujung pada kematian maupun hidup berpenyakit, tapi tetap dikalahkan oleh contoh-contoh kasus kecil seperti itu. Nah, bagaimana, ya, modal inferensi statistiknya?

5. Merokok dan Keuntungannya
Dalam sebuah tulisan di buku “saku” dan pernah pula disampaikan dalam ceramah di televisi, Aa Gym menyatakan bahwa merokok memiliki tiga keuntungan besar. Pertama, terhindar dari pencurian di rumahnya. Mengapa? Karena pencuri yang menyatroni rumahnya mengira sang tuan rumah yang perokok berat itu selalu jaga. Buktinya, terdengar batuk tiada henti sepanjang malam. Kedua, terhindar dari kejaran binatang buas, terutama anjing. Koq bisa? Karena saat dikerjar anjing, perokok berat akan berhenti di tengah jalan, kemudian jongkok sehingga anjing berhenti dan berbalik arah. Anjing mengira sang perokok akan mengambil batu dan menghantamkannya. Padahal, perokok itu tersengal-sengal kehabisan nafas. Ketiga, terhindar dari penderitaan masa tua. Benarkah? Karena pada umumnya perokok berat tidak sempat merasakan usia tua alias mati muda. Lha, apa mempan, ya, anekdot dan sindiran ini?

6. Merokok dan Kanker
Dalam lingkaran obrolan, seorang teman menceritakan dengan penuh keprihatinan bahwa istri seorang dosen (katakanlah bernama W) terkena kanker rahim & kanker indung telur. Dalam obrolan itu ada teman yang membaca bungkus rokok tertulis “MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER …” Sang perokok berat berkomentar ringan, “Ah nggak mesti, coba lihat Bu W yang kauceritakan tadi, dia nggak merokok, terkena kanker juga, ‘kan?” Nah, proposisi sesat kan?

7. Merokok dan Sabda Nabi
Dua kali upacara, Rektor UM telah menekankan pentingnya “hidup sehat”, salah satu cara yang ditempuh adalah hidup tanpa rokok & lingkungan bebas dari asap rokok. Pada upacara HUT ke-38 KORPRI, Rektor juga meminta agar PR II membuat edaran tentang hidup sehat tersebut. Beberapa hari kemudian, edaran tersebut terbit, yakni semua pimpinan unit kerja agar membuat tulisan tentang larangan merokok di lingkungan kerja UM. Sekalipun sudah ada himbauan Rektor dan edaran dari PR II, kenyataan menunjukkan bahwa di lingkungan kerja UM tetap saja sang perokok berat tetap merokok di lingkungan kerja tersebut. Menyikapi fenomena tersebut, seorang teman nyeletuk “Jangankan himbauan Rektor dan edaran PR II, fatwa MUI dan ‘sabda Nabi’ saja nggak digubris, koq”. Nah, siapa lagi yang digubris?

8. Merokok dan Dalil
Seorang dosen perokok berat yang menekuni disiplin “ilmu hayat” bertemu dengan kolega yang dulunya juga sebagai dosennya, Bapak M. Dosen senior tadi menasihati, bahwa merokok itu haram karena merusak kesehatan. Dosen perokok berat itu menjawab, “Panjenengan itu jangan membuat dalil sendiri seperti itu.” Selang lima belas tahun kemudian, berdasarkan hasil lab, diketahui bahwa paru-paru perokok berat tadi sudah rusak parah. Dokter memberi tahu untuk memulihkan paru-paru seperti itu perlu waktu sedikitnya 25 tahun, dan belum tentu bisa pulih kembali. Itu pun kalau Anda berhenti merokok, mau hidup sehat, dan rutin berobat. Kalau tidak mau berhenti sekarang, ya seperti ini, bahkan akan lebih parah lagi: nafas tersengal, dada nyeri luar biasa, batuk-batuk tidak pernah berhenti, dan mungkin lebih cepat tidak dapat melihat mentari terbit esok pagi “Pak M, kalau saya dulu ikuti ‘dalil’ panjenengan, saya tidak akan menderita sakit sepert ini. Saya menyesal sekarang. Saya juga malu dengan panjenengan”. Nah, penyesalan selalu datang kemudian, kan?

Malang, 5 Desember 2009
Dawud (Dekan Fakultas Sastra UM)

Post Author: humas admin

Comments are closed.