Berpikir Kreatif untuk Mengerjakan Proyek

Ada pihak yang mengeluh tentang sulitnya mengerjakan proyek di UM, takut memulai proyek karena dananya belum ada di tangan. Di sisi lain, pemegang uang tidak mencairkan uang karena belum ada yang dikerjakan. Bagaimana solusinya?

Dalam dunia profesional, jelas bahwa kerja dulu, ada hasil, baru dibayar. Saya mengerjakan proyek di dalam atau di luar UM, ada kemajuan atau sudah selesai baru saya tagih. Kalau saya yang punya uang dan orang lain mengerjakan proyek saya, ya sama saja, ada kemajuan baru saya bayar.

Beberapa contoh proyek dulu kala, … misalnya buat program akademik di FPIPS (sekarang FE) dan FPBS (sekarang FS), buat program untuk toko KPN (sekarang KPRI), buat program gaji di Bagian Keuangan, cetak transkrip RR (sekarang RS). Setelah selesai dan sudah dipakai, baru dibayar. Beberapa orang yang masih ada di ingatan: Pak Suwardi (PD I FPIPS), Pak Sucipto (Kasubag Akademik FPIPS), Pak Haidir Rizki (Kasubag RR), Pak Suparman (Bendaharawan Gaji), Pak Ma’arif (Bendaharawan Gaji), Pak Mudjihartono (Ketua KPN).

Beberapa contoh proyek masa kini.

  • Menangani tenaga kontrak untuk membantu registrasi mahasiswa baru. Pada saat registrasi selesai, umumnya belum mendapat bayaran dari Subag RS. Saya mengkontak Ketua Panitia untuk menanyakan berapa honor tenaga kontrak, kemudian saya menggunakan dana pinjaman untuk membayar tenaga kontrak setelah selesai bertugas pada hari terakhir. Kasihan mereka kalau tidak segera dibayar dan juga merepotkan jika harus mencari mereka beberapa minggu kemudian. Bu Mimin (Kabag PK) dan Pak Noor Farochi (Kasubag RS) senyum-senyum saja kalau melihat saya membayar tenaga kontrak, membayar mereka sesuai kehadirannya, tidak sama rata, awalnya mereka heran tetapi akhirnya mereka setuju juga dengan “cara swasta” tersebut … hehehe. Bagi saya, itu prinsip, pemimpin harus berjuang untuk anak buah.
  • Saat pendaftaran online Mandiri I, banyak masalah, sehingga harus membentuk Crisis Center. Saya menggunakan beberapa tenaga kontrak, walaupun tidak ada pos biaya untuk Crisis Center. Setelah mulai berjalan saya menarik ongkos cetak Rp 1.000 per lembar. Ada yang bilang uang tersebut harus masuk ke UM, ada lagi yang komentar: cuma 1 lembar kok Rp 1.000? Kalau orang tersebut dalam posisi saya, pasti dia pusing … untuk makan dan beli banyak buah (agar mereka tetap sehat karena kerja yang sangat keras) tekor Rp 550 ribu untuk Mandiri I. Setelah Mandiri I berakhir, saya menyampaikan tentang honor untuk tenaga kontrak, ternyata BTN bersedia urunan. Beberapa hari setelah Mandiri I berakhir BTN memenuhi janjinya.
  • Saat pendaftaran online Mandiri II, koneksi ke BTN sering gagal, sehingga saya negosiasi dengan BTN agar urunannya ditambah, BTN setuju, tetapi belum jelas besarnya. Mendekati hari-hari terakhir pendaftaran, semakin banyak yang datang untuk cetak kartu peserta. Saya memutuskan untuk menaikkan menjadi Rp 2.000. Bu Mimin juga tidak saya beri tahu karena beliaunya sudah pusing dengan urusan lain, kalau saya beritahu dan dilarang nanti saya yang pusing karena tambah tekor … hehehe. Setelah Mandiri II berakhir, saya menggunakan dana pinjaman beberapa juta rupiah untuk membayar staf Crisis Center. Beberapa minggu kemudian ada bantuan dari BTN dan ternyata bisa menutup dana pinjaman, jasa, dan ketekoran  Mandiri I. Juga masih cukup untuk mengucapkan terima kasih pada satpam, cukup untuk mengganti kertas yang digunakan, sisanya masih cukup lagi untuk pesta buah … hehehe.
  • Pengalaman membuat e-journal juga menarik. Begitu ada komitmen dari Pak Rektor bahwa e-journal disetujui maka hari itu juga saya memulai proyek tersebut. Programmer memasang program dan situsnya, operator segera memasukkan data. Selesai memasang program, programmer dibayar. Selesai memasukkan sebagian data, operator dibayar. Semua menggunakan dana pinjaman senilai beberapa puluh juta. Dikerjakan Feb-Mei 2009. Setelah peringkat Webometrics diumumkan 31 Juli 2009, e-journal punya andil besar (peringkat Scholar adalah 161 dunia) maka Bu Yuni dan Pak Ma’arif  segera mengurus pencairan dana dan didukung oleh Pak Andoyo, maka dalam waktu 7 hari, dana sudah cair, dan lebih dari cukup untuk membayar dana pinjaman dan jasanya. Masih bisa dipakai beli buah untuk dimakan ramai-ramai di Pusat TIK dan di SI.

KESIMPULAN

Kalau ada proyek, kerjakan dulu, kalau sudah ada kemajuan baru mengusahakan pencairan dana. Bagaimana kalau sudah perlu membayar operator padahal dana belum cair? Pinjam ke KPRI, ada jasanya? Proyek Rp 50 juta akan dikenai jasa Rp 750 ribu per bulan. Sisihkan sebagian dana untuk membayar jasa, bagaimana caranya? Berpikir kreatif … pasti bisa.

Resep berdasarkan pengalaman dari Bu Yuni dan Bu Sugiharti, untuk mencairkan dana perlu dikawal terus, tiap hari lacak pengajuan sudah sampai di mana karena Bagian Keuangan sangat sibuk sehingga mungkin saja pengajuan terselip.

Resep dari saya, jalin komunikasi dengan semua lapisan, proyek itu sama dengan komunikasi, harus sering berkunjung ke unit-unit, membantu mengatasi kesulitan unit, bagi-bagi rejeki kalau lagi dapat rejeki … hehehe.

Malang, 27 September 2009

Johanis Rampisela (Tim Berkarya UM)

Post Author: humas admin

Leave a Reply

Your email address will not be published.