Catatan Kecil: Di Balik Proses Kreatif Kurikulum

Saya mulai menikmati proses pembelajaran ketika berlakunya kurikulum 1994 dan dilanjutkan dengan suplemen 1996. Ketika berlakunya kurikulum 1994 dengan suplemen 1996, saya sekolah di Sekolah Dasar. Tentu saja saya kurang memahami apa itu kurikulum. Kata kurikulum hanya ada di buku ajar yang saya pakai.
Tahun 2004 untuk pertama kalinya saya merasakan guncangan pergantian kurikulum yang bernama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), ketika itu saya adalah peserta didik yang belajar di SMP/MTS kelas 2. Kemudian guncangan terjadi lagi ketika Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 diberlakukan, ketika itu saya ada di kelas 2 SMA/MAN/SMK.
Saya kemudian duduk di jurusan Bahasa Inggris Universitas Negeri Malang, mengambil konsentrasi pengajaran Bahasa Inggris. Ketika mengambil matakuliah Kurikulum yang disaat bersamaan ada mata kuliah Evaluasi, saya mengajukan pertanyaan kepada salah satu dosen yang saya hormati, mengapa kurikulum selalu berubah?
Dosen matakuliah Evaluasi dan matakuliah Kurikulum memberikan satu jawaban yang cukup mirip.
“Zaman tahun 70-an orang dikatakan kaya bila bisa membeli sebuah sepeda pancal. Tahun 80-an orang dikatakan memiliki status sosial bila memiliki sebuah sepeda motor. Tahun 90-an orang dikatakan hebat jika memiliki lebih dari 1 mobil pribadi. Tahun 2000-an, orang dikatakan hebat bila memiliki garasi lengkap dengan motor-mobil mewah. Generasi yang hidup pada era 2010-an berargumentasi bahwa orang yang keren adalah orang yang naik transprotasi publik.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan tantangan zaman. Sama halnya dengan perkembangan alat transportasi publik.”
Jawaban itu ada di kepala saya. Saat ini saya menempuh jurusan Magister Pendidikan Dasar. Saya dengan harap-harap cemas menanti seperti apa kurikulum 2013. Harap-harap cemas saya terjawab ketika ada beberapa rekan saya di Internet yang mengirim pesan elektronik yang berisi ­bentuk awal kurikulum 2013.
Saya hanya tersenyum membaca draf itu. Ketika awal kuliah di jurusan Magister Pendidikan Dasar, saya dan rekan-rekan satu kelas berkenalan dengan berbagai model pengembangan pembelajaran dipandu oleh beberapa dosen.
  • Dick and Carrey edisi 2009
  • Assure edisi 2008
Inti dari kedua model tersebut sama, kurikulum disusun berdasarkan analisis kebutuhan. Apa yang menjadi kebutuhan saat kurikulum itulah yang menjadi latar belakang dari penyusunan kurikulum.
Saya semakin yakin bahwa kurikulum bukan disusun atas hujan dan petir yang turun dari langit. Kurikulum Indonesia sejak 1945-2013 disusun berdasarkan tantangan pada zaman itu.
Jadi, tidak ada kurikulum yang lemah atau buruk. Pergantian kurikulum haruslah disikapi secara bijaksana. Ganti menteri ganti kurikulum adalah peluang untuk beradaptasi dan mengembangkan potensi diri.
Karena saya percaya: Guru yang hebat akan menghasilkan murid yang hebat, siapapun Menteri Pendidikannya, dan apapun bentuk dan nama Kurikulumnya.

Post Author: humas admin