DI DEPAN PINTU SORGA R.A. KARTINI MENANGIS BAGIAN II

DI DEPAN PINTU SORGA R.A. KARTINI MENANGIS

BAGIAN II

Tangis Haru pada Pawai Hari Kartini

Oleh: Djoko Rahardjo*)

Pagi yang cerah, kabut sutera yang menyelimuti kediaman R.A. Kartini berangsur-angsur meninggalkan peraduan dan berpamitan pada Sang Bagaskara untuk meninggalkan dinginnya malam yang telah memeluk mimpi-mimpi indah bersama Pendekar Wanita–Putri Sejati—Puteri Indonesia, harum namanya. Hari itu, Sabtu, 21 April 2012, pukul 10.00 wib., Nadya Ramadani (Ave), Siswa Play Group, Al-Ma’un, Jl. Asparaga, Sengkaling, Dau, Kabupaten Malang, bersama Ibundanya sedang melihat Pawai Mobil Hias, yang lewat di depan rumahnya.

Di dalam konvoi mobil hias itu, Siswa-siswa TK se Kecematan Dau sedang menyanyikan lagu Ibu Kita Kartini:

Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Ibu kita Kartini
Putri jauhari
Putri yang berjasa
Se Indonesia

Ibu kita Kartini
Putri yang suci
Putri yang merdeka
Cita-citanya

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendeka kaum ibu
Se-Indonesia

Ibu kita Kartini
Penyuluh budi
Penyuluh bangsanya
Karena cintanya

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

(W. R. Supratman – Ibu Kita Kartini).

 

Foto Ave Cucunda Eyang Kakung Djoko Rahardjo

“Bunda, kakak-kakak TK itu kok cantik-cantik. Pakaiannya bagus-bagus, ya?”

“Ya cantik dong! Mereka semua kan di bawa ke salon kecantikan?”

“Bunda…, eee…, Ibu Kartini dulu apa juga rajin ke salon? Ibu Kartini dulu apa kuliah ke S2, seperti Bunda?”

Bundanya menatap Ave dengan penuh haru. Tak terasa air matanya jatuh di sudut mata yang terhalang kaca mata hitam miliknya. Andai saja kau tahu bahwa R.A. Kartini pernah mendapat beasiswa ke Negeri Belanda tetapi tidak jadi pergi karena “terlanjur dinikahkan” oleh Ayahnya. Betapa sedih hati R.A. Kartini saat itu. Seandainya kamu mengerti, pastilah kau akan menangis anakku…. Begitu suara hati Ibunda Ave,  Debrina Rahmawati, S.H.

“Bunda kok gak ngomong? Kenapa?”

Sambil menyeka air matanya, Sang Bunda berkata: “Di rumah rumah Ibu Kita Kartini ada Bedak Jawa untuk kecantikannya. Jadi, tidak perlu ke salon kecantikan”.

“Ooo…, begitu. Tapi Bunda…, bagaimana dengan kuliah Ibu Kita Kartini?”

“Oh…, mengapa bundamu kamu paksa untuk menceritakan tentang kuliah Ibu Kita Kartini? Tetapi baiklah! Begini Ve…, Ibu Kita Kartini belum sempat kuliah  tatapi beliau sudah menamatkan sekolahnya di Sekolah Belanda. Eee…, namanya…, apa ya? O ya, kalau tidak salah…, namanya… Europese Lagere School” .

“Kok ada sekulnya? Seperti Om Ali saja…, kalau minta makan ke Mbah Putri, begini…, Bu nedho sekul lawuhipun menopo?  Masak sekolah sama dengan sekul?”

“Hehehe…, Ve Ve…, kamu kok ada-ada saja”, Ibundanya dibuat menangis dan tertawa.

“Bunda…, Ibu Kita Kartini, apa juga menyetir mobil ke sekolah?”

Bundanya hanya geleng-geleng kepala. Nampaknya…, sudah kehabisan kata-kata….

 

Malang, 11 Mei 2012

*) Djoko Rahardjo, Kakek Ave, Staf Subag Sardik BAAKPSI UM

Post Author: humas admin