Mengapa wanita mudah kesurupan?

MENGAPA WANITA MUDAH KESURUPAN?

Oleh: Djoko Rahardjo*)

Ketika sholat dzuhur berjamaah di Masjid Al Hikmah UM, Selasa 18 Oktober 2011 selesai ditunaikan, penulis diminta untuk mengisi ceramah agama, yang secara kebetulan para da’i ditunggu beberapa menit belum ada yang naik ke mimbar. Peribahasa Indonesia menyatakan “tidak ada rotan akarpun jadi”.  Terlintas dalam ingatan penulis beberapa peristiwa yang ditayangkan di televisi tentang “kesurupan masal”. Ada satu pertanyaan: Mengapa sebagian besar yang mengalami kesurupan adalah wanita?

 

Pertanyaan ini selalu mengusik hati dan pikiran. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita menyamakan pemahaman tentang istilah “kesurupan”, Kesurupan dalam bahasa Jawa berasal dari kata dasar “surup” yang berarti senja (masuk sholat magrib).. yang  mendapat awalan (prefik) ke- dan akhiran (sufik) –an yang bermakna “suatu kejadian yang bersifat gaib” (pendapat penulis).

 

Hampir semua umat Islam hafal dengan Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 3 dan terjemahannya: “Yaitu orang yang beriman kepada yang gaib…”.Akan lebih mantab dan sempurna  bila hal ini diulas oleh para pakar Al Qur’an (mufasirin) sebab penulis tidak memiliki kompetensi di bidang tersebut. Pada tulisan ini penulis “meminta pendapat” dari para pembaca yang budiman untuk melengkapi dan menyempurnakan tulisan ini.

 

Pendapat penulis beruoa contoh sederhana  pada “ilustrasi” seperti berikut. Bila suatu ketika.kita menghadiri pesta perkawinan atau pesta lain yang secara kebetulan ada salah satu masakan yang hambar (kurang asin). Bagaimana reaksi dari para wanita dan para pria? Para pria mungkin tidak terlalu banyak bicara, langsung mencari garam atau kecap asin tetapi bagaimana dengan para wanita? Kalau ada 2 (dua) orang wanita atau lebih—yang  berdekatan—yang sedang mencicipi atau menikmati masakan tersebut  tentulah berbeda dengan reaksi dari para pria yang sedang menikmati makanan tersebut.

 

Kira-kira apa yang akan dibahas oleh para wanita tersebut? Tentulah mereka akan membicarakan masakan yang hambar tadi (kurang asin). Kalau pembicaraan tersebut didengar oleh ibu penyelenggara hajatan/pesta, bagaimana? Wanita itu secara kodrati memiliki perasaan yang (sangat) halus.atau sangat perasa. Bagaimana kelanjutannya?

 

Persoalan tersebut akan “mengganggu” perasaan wanita yang menjadi “korban” pembicaraan tadi. Kejadian itu akan dibawa ke dalam mimpinya dan ke dalam alam bawah sadar. Apa akibatnya? Benteng ketahanan batinnya menjadi mudah ditembus oleh makhluk “jin” yang memiliki sifat “syaitoni/setan”, Sekali lagi, ini hanyalah pendapat penulis. Tentu masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami mohon masukan/pendapat dari para pembaca yang budiman. Harapan penulis bila tulisan ini mendapat respon yang positif  maka ke depan kita mencoba mencari “solusinya” agar para wanita tidak mudah kesurupan.

 

Malang, 19 Oktober 2011

 

Penulis,

 

Djoko Rahardjo

*) Staf Subag Sarana Pendidikan BAAKPSI UM .

Post Author: humas admin

Leave a Reply

Your email address will not be published.