Prolog: Antara Bumi dan Langit

Mungkin sudah takdir menjadi seorang anak kusir kereta. Itulah yang dirasakan oleh Basukarna. Tidak ada harapan lagi untuk menuntut ilmu di padepokan milik para ilmuan dan pendekar panah di istana. Padepokan itu khusus untuk para pembesar istana. Hanya mereka, yang punya uang dan berkedudukan di Istana, yang berhak untuk menuntut ilmu di padepokan itu.

“Maafkan aku Karna, aku tidak mampu untuk membayar biaya masuk ke padepokan itu.”

“Biarkan aku belajar sendiri akan ilmu memanah. Belajar tidak harus di kelas. Biarkan aku bertualang ke hutan-hutan untuk melatih kemampuanku memanah mata burung.

Karna memutuskan belajar secara otodidak. Ia percaya, pengetahuan adalah kekuatan. Tidak ada alasan untuk tidak punya buku cara memanah dengan benar seperti pemanah kondang, Arjuna. Tidak ada alasan untuk berhenti berusaha.

Seperti kata seorang kusir kereta yang selama ini merawatnya,

             Bila kau mengembara ke berbagai negeri untuk belajar memanah, aku yakin kau bisa sakti seperti Arjuna. Asal kau mau bekerja keras. Tidak usah mengandalkan bantuan dari sistem. Kau harus menghancurkan tirani yang diciptakan oleh Arjuna.

Sekarang, Karna bersumpah, ia akan belajar dengan keras. Agar ia bisa memanah mata burung seperti yang dilakukan Arjuna.

Post Author: humas admin