SEMOGA TIDAK ADA (LAGI) KEKERASAN DALAM PKPT

Mengapa tindak kekerasan fisik dan psikologis terus terjadi setiap tahun.  Apakah para orang tua, guru-guru, pengelola pendidikan, dan Dinas Pendidikan tidak sanggup lagi mencegahnya?
Pemerintah (Kemendiknas/Dinas Pendidikan) perlu segera membuat peraturan yang tegas dan keras, untuk menghukum pelaku dugaan pembiaran terhadap aksi kasus kekerasan dan orang tua para mahasiswa pelaku tindak kekerasan.
Seperti biasa, setiap awal penerimaan mahasiswa baru selalu diikuti oleh kegiatan yang dinamakan PKPT (ospek, atau istilah lainnya).  Sayang sekali jika para guru menganggap hal seperti itu sebagai satu hal yang wajar, padahal guru seharusnya tahu bahwa hal-hal semacam itu sangat tidak mendidik.
Terlepas dari kenyataan bahwa para guru “doloe” mendapat perlakuan yang lebih keras ketika masih menjadi siswa SMA dan awal mahasiswa baru di perguruan tinggi. Hal tersebut tentunya tidak bisa menjadi pembenaran terjadinya tindak kekerasan.
Kekerasan yang sepertinya sudah mendarah daging pada sistem pendidikan di Indonesia, secara bertahap seharusnya sudah mulai dihilangkan oleh lembaga yang menghasilkan para guru.  Sehingga nantinya di SLTA pun tidak terjadi perlakuan yang aneh-aneh kepada siswa baru.
Contoh penganiayaan junior oleh senior yang terjadi di kampus STPDN beberapa tahun yang lalu, dapat menjadi pelajaran agar tidak terulang lagi.  Jika terjadi tindak kekerasan harus ada keberanian yunior melaporkan seniornya yang melakukan aksi kekerasan itu kepada penegak hukum.
Bukan tidak mungkin terjadi nyawa atau minimal kesehatan peserta yang menjadi taruhannya.  Mereka harus datang pagi-pagi sebelum subuh, belum sempat mandi (mungkin), sarapan, dan sholat subuh.  Dengan kondisi seperti itu sampai di tujuan mendapat tindak kekerasan fisik dan psikologis.
Dalam keadaan ini karena senior selalu benar, mau tidak mau si yunior akan menahan kecapekan dan menahan emosi marahnya.  Jika dalam hal ini daya tahan tubuhnya tidak tahan, maka yang terjadi dia akan pingsan.  Bahkan bisa jadi makhluk yang asal kejadiannya dari api akan merasuk ke dalam dirinya melalui pintu emosinya (marah = bagian dari unsur api) yang telah memuncak.  Itulah sebabnya di saat kita dalam keadaan emosi/marah, disarankan untuk mengambil air dan berwudhu.
Apa yang sebenarnya menjadi alasan para senior mengerjai junior sampai sebegitu parahnya? Motif klasik biasanya adalah ‘balas dendam’, mengerjai junior adalah kesempatan untuk balas dendam atas perbuatan yang dilakukan para senior pada tahun sebelumnya. Tentunya motif semacam ini tidak akan dapat diterima oleh siapapun.
Selain itu ada juga yang mencari-cari pembenaran atas kegiatan semacam ini.  Alasannya bisa bermacam-macam, mulai dari menjalin kebersamaan, keakraban, propaganda ke arah yang baik sampai dengan memupuk kedisiplinan.  Tetapi yang jelas tidak ada korelasi antara tujuan mulia yang ingin dicapai dengan kejadian di lapangan.
Yang jelas masa orientasi seharusnya bisa dilakukan tanpa melalui pendekatan kekerasan atau tekanan fisik maupun psikis oleh senior kepada yunior.
(tulisan yang berkaitan – KLIK)

 Noor Farochi

 

Post Author: humas admin

Comments are closed.