Arjuna Sang Playboy (Bagian Ke-5)


ARJUNA SANG PLAYBOY
(Bagian Ke-5)
Oleh: Djoko Rahardjo*

Poliandri adalah sesuatu yang tabu bagi anak manusia. Apakah karena Kunti dianggap sebagai wanita yang suci sehingga perintahnya menjadi suatu pembenaran/dasar hukum? Lebih mulia yang mana antara Arjuna yang berpoligami dengan Drupadi yang berpoliandri?
Kunti adalah sosok wanita yang dihormati dan sekaligus menjadi panutan bagi Pandawa. Namun demikian, dalam perjalanan hidupnya ada 2 (dua) peristiwa besar yang membuat dirinya tersudutkan. Pertama, sebelum dirinya menikah dengan Pandu, Kunti adalah remaja yang rajin mempelajari kitab-kitab yang terkait dengan puja-puji kepada dewa. Suatu ketika dirinya mencoba mantra yang memuja Dewa Surya maka akibatnya mengandunglah dia. Bayi yang dikandung oleh Kunti adalah Karna. Kedua, ketika Arjuna memenangkan sayembara yang diselenggarakan oleh Raja Drupada—dimana putrinya yang bernama Drupadi dijadikan hadiahnya. Akan tetapi ketika Arjuna menyampaikan kepada Kunti perihal hadiah yang dia terima—dengan terus melanjutkan semadinya—tanpa menanyakan terlebih dahulu apa hadiahnya—Kunti meminta kepada Arjuna agar hadiahnya dibagi bersama dengan keempat saudaranya.
Kejadian yang lain, ketika Bharatayuda akan dimulai—di tengah tanah lapang Tegalkurusetra——Kunti meminta restu agar Karna mendapat perlindungan dari Resi Bisma tetapi beliau menolaknya. Kunti dituduh wanita yang serakah karena yang diberi restu oleh Bisma hanyalah anak-anak Pandu (Pandawa). Sedangkan Karna bukan anak Pandu. Berdasar paparan di atas maka Kunti adalah wanita yang sembrono (kurang hati-hati) di dalam bertindak.
Berbicara tentang kemuliaan manusia yang terkait dengan perilaku poligami dan poliandri maka penulis berusaha mencoba memaparkan secara berhati-hati. Poligami dan poliandri adalah salah satu keyakinan dasar (hukum) bagi pemeluk agama tertentu. Oleh sebab itu, penulis menggunakan cara atau pendekatan yang lain (di luar sudut pandang agama) dalam mengulasnya.
Dalam pagelaran wayang kulit versi Jawa yang dilaksanakan semalam suntuk, ada segmen tertentu yang biasa disebut dengan goro-goro. Goro-goro dilakukan di tengah malam sekitar pukul 24.00 wib. yang berisi acara manasuka atau bebas berkreasi—dengan menggunakan bahasa yang jenaka. Adapun kontennya dapat keluar dari pakem/keluar dari tema cerita, biasanya berisi kritik yang membangun. Tujuannya ada dua. Pertama menghibur para penonton agar tidak mengantuk. Kedua, menyampaikan pesan yang dianggap perlu dibahas bersama antara Sang Dalang dengan para penonton. Adapun aktor yang biasa ditampilkan adalah para punakawan yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Melalui segmen goro-goro inilah penulis mencoba mengulas tentang poligami dan poliandri.
 
 PUNAKAWAN

Bersambung…

 

*) Staf Subbag Umum LP3 UM

Post Author: humas admin

Leave a Reply

Your email address will not be published.