Dwi Cahyono: Masa Lalu Sebagai Pengalaman Baru

Dwi Cahyono, arkeolog yang bekerja sebagai pengajar pada Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang (UM)

Copy of Dwi Cahyono

Dwi Cahyono, arkeolog yang bekerja sebagai pengajar pada Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang (UM), sudah beberapa tahun terakhir mendapat “job” melayani permintaan menjadi pemandu acara wisata arkeologi di berbagai tempat di Indonesia, termasuk Malang.

Tawaran pekerjaan seperti ini bagi profesi Ilmuwan diungkapkan dengan komentar, ”kenapa tidak”, setiap rombongan sekitar dua bus wisatawan warga Jakarta dan sekitarnya datang. Frekuensinya memang tidak sebanyak wisata lain, hanya sekitar sepuluh kali perjalanan selama setahun di berbagai tempat di Tanah Air.

Mereka murni wisatawan, membayar sejumlah biaya untuk perjalanan dan akomodasi untuk beberapa hari, umumnya hari Jum’at sampai Minggu. Akan tetapi, mereka bukan wisatawan biasa, melainkan dengan kategori tertentu, yakni peminat sejarah. Mereka mencari hiburan juga, tetapi hiburan bermutu (intellectual entertainment).

“Bagi saya, melayani wisatawan itu sama dengan prinsip untuk terus-menerus mengkomunikasikan sejarah. Sama  seperti mengajar di depan mahasiswa. Pekerjaannya mirip dengan mengantar para ilmuwan mengunjungi lokasi patung atau candi. Bedanya mereka para turis. Perbedaanya lagi, saya mendapat ongkos,” katanya.

Malang jelas lokasi penting dalam studi sejarah, dalam hal ini sejarah klasik, periode kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Ini karena salah seorang pembangun awal peradaban teratur di Jawa Timur dalam studi sejarah, menurut salah satu teori,yakni Mpu Sindok , melakukan pekerjaannya di Malang.

Prasasti Tur-iyan, yang biasa dilihat hingga sekarang di lokasi Dukuh Tanggung, Desa Turen, Kecamatan Turen,Kabupaten Malang yang berangka tahun 929 Masehi, menjadi sumber konfirmasi perpindahan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Artinya Mpu Sindok adalah pelopor pembentukan peradaban di wilayah ini.

Prasasti  yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno, bahasa yang menjadi keahlian Dwi Cahyono sebagai pengajar, menyebut lokasi kerajaan berada di Tam-wlang. Para ahli berdebat tentang lokasi ini. Arkeolog dan epigraf (pakar pembaca prasati) almarhum Buchori dari Universitas Indonesia (narasumber buku Sejarah Nasional Jilid 1) menilai, lokasi itu di Kecamatan Tembelang Jombang.

Namun, Dwi Cahyono menilai ada cukup argument untuk menduga lokasi ini berada di Malang (bukankah mirip juga  dengan homonym Tam-wlang itu tadi).Lebih-lebih karena prasastinya berada di Malang (Kecamatan Turen). Jangan lupa ini adalah prasasti yang diduga dibuat abad ke-10, sebelum masa Singasari (abad ke-12) dan Majapahit (abad ke-15).

Perubahan itu sendiri merupakan objek studi sejarah yang paling menarik dari studi periode ini. Mungkin seperti sejarah eksodus dalam kitab suci. Sebab, Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan (diduga) karena peristiwa alam yang disebut mahapralaya. Suatu pralaya (kematian kehancuran) yang luar biasa besarnya.

Para ahli menduga penyebabnya adalah letusan Gunung Merapi yang luar biasa dahsyatnya, yang menimbulkan pelipatan kerak bumi hingga membentuk gunung Gendol , sebentuk bukit diantara Sragen dan Klaten dimasa sekarang. Artinya Malang sudah dianggap ideal oleh aktor Sosial Jawa abad ke-9 sebagai lokasi pengamanan dan pemulihan peradaban Jawa.

Dwi Cahyo menjalani peran diaspora yang komplet ini, sebagai pengajar sejarah dan Ilmuwan serta pusat rujukan masyarakat. Dialah yang membuat diorama sejarah pada lokasi wisata Jawa Timur Park I di Batu dan Jatim Park II di Lamongan. Dia pula Ilmuwan di balik Museum Bahari di Lamongan.

“Saya sendiri yang menyusun scenario dan risetnya, menghubungi para perajin perahu, saya telusuri sampai ke Bulukumba, Sulawesi Selatan. Saya menganggap meletakkan sejarah di ruang pariwisata ini sebagai kesempatan untuk mengkomunikasikan sejarah. Sejarah harus diletakkan di ruang publik. Agar sejarah tidak berhenti sebagai kisah yang berhenti dan mati,”katanya.

Manusia pada dasarnya suka sejarah, katanya. Hanya saja setiap orang dengan gaya hidup dan lapis sosialnya menikmati sejarah sesuai keinginannya. Ada yang lewat bacaan sebagai pusat referensi, ada yang lewat audio visual, ada pula yang menjelajah.

Ini pengalaman Dwi sendiri karena ia juga terlibat membuat tayangan wisata sejarah di sejumlah televisi swasta nasional, seperti Trans TV dan TV7 hingga puluhan episode. Bagi masyarakat modern saat ini, yang hidupnya dikelilingi rutinitas hidup didalam tembok beton, pengalaman hidup diluar tembok itu tentu dianggap sebagai pengalaman baru.

“Sejarah dan masa lalu bagi manusia modern juga sebuah pengalaman baru. Itu sebabnya mereka,warga Jakarta, rela membayar mahal untuk mengikuti wisata arkeologi. Demi menikmati masa lalu sebagai pengalaman baru,”tuturnya.

Biodata

Nama                              : M Dwi Cahyono

Tempat, Tgl. Lahir: Tulungagung, 28 Juli 1962

Pekerjaan               : Dosen jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial,              Universitas Negeri Malang

Pendidikan             : S-1 (1985)  Jurusan Pendidikan Sejarah IKIP Malang

S-2   Bidang Studi Arkeologi, Program Pascasarjana Universitas Indonesia

Buku                        :

Arkeologi Sejarah Kalimantan di Situs Muara Kaman – Hasil Riset Arkeologi di Situs Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kertanegara (penerbit Pemkab Kutai Kertanegara)

Alamat

Jl.Kenanga No.4 Sengkaling, Malang

(Sumber: Kompas, 10/02/2010)

Post Author: humas admin

Comments are closed.