Medan Magnet Remunerasi

Remunerasi sekarang menjadi topik yang sangat menarik bagi Para Pegawai Administrasi di Universitas Negeri Malang. Begitu kuat medan magnet remunerasi itu menyedot perhatian mereka sehingga dapat melupakan rencana kenaikkan BBM. Hal ini dapat dimaklumi, sebab sesuatu yang berhubungan dengan “raijo” atau uang akan mendapat perhatian yang sangat serius. Lebih-lebih setelah satuan tugas (satgas) yang ada selama ini akan dihapus. Hampir dapat dipastikan semua instansi pemerintahan di seluruh pelosok tanah air juga sedang hangat membicarakannya. Memang ada hal-hal yang menarik untuk dibicarakan. Misalnya, dialog antara Gareng, Petruk dan Bagong tentang besaran uang remunerasi, seperti yang ada di bawah ini.

“Berapa tambahan gaji Bagong bila sudah diberi uang remunerasi”? Tanya Petruk kepada Gareng. “Bagong mendapat tambahan Rp1.700.000,00”. Gareng melanjutkan pembicaraannya bahwa Bagong masuk pada kelas 3 (caraka), yang bertugas mengantar surat. Tugas ini tidak banyak berfikir tetapi menerima tambahan gaji yang cukup banyak. Sementara itu, Petruk pada peta jabatan “direncanakan” masuk di kelas 5 (Perancang Sarana dan Prasarana Pendidikan) mendapat uang remunerasi Rp1.904.000,00. Selisih uang remunerasi antara kelas 5 dengan kelas 3 adalah Rp1.904.000,00 – Rp1.700.000,00 = Rp204.000,00.

Nampaknya, ketiga orang ini sedang serius menghitung-hitung untung-rugi bila memilih kelas 3. Andaikan ketiganya diperbolehkan memasuki kelas 3 (caraka) maka legalah hati mereka. Mengapa begitu? Apa sulitnya menjadi caraka? Hanya bermodal “dengkul” atau lutut, seseorang sudah dapat menyelesaikan pekerjaannya. Sementara itu, bila memasuki kelas 5, seseorang dituntut sedikit kreatif. Artinya, walaupun tidak seberat kelas di atasnya tetapi sudah menggunakan penalaran, alias tidak hanya bermodalkan dengkul.

Memang sudah menjadi tradisi para PNS di negeri kita, sesuatu yang masih dalam rencana sudah mendapatkan “apresiasi” yang beragam. Salahkah mereka? Tidak! Apa alasannya? Mudah sekali…, PNS UM memiliki suatu andalan yang bernama “KPRI UM”. Apalagi kalau bukan berlomba-lomba mengajukan kredit. Bayangkan saja– sekarang ini–tanpa agunan—sudah dapat kredit Rp50 juta– dalam tempo 10 menit sudah cair. Apalagi bila nanti PNS Administrasi UM sudah memperoleh remunerasi, bisa jadi akan menaikkan pinjamanannya menjadi R100 juta. Wow…, lembaga harus bersiap-siap memperluas tempat pakrir. Mengapa? Tidak menutup kemungkinan, PNS Administrasi UM yang biasanya mengendarai sepeda motor “akan berganti” dengan mobil. Hehehe….

PNS Administrasi UM boleh bermimpi atau bercita-cita yang tinggi, asalkan didukung oleh kerja keras dan menegakkan disiplin. Bila remunerasi itu betul-betul terjadi bagaimana? Nah…, disinilah Pengurus KPRI UM harus dapat mewujudkannya cita-cita para anggotanya. Bagong membulatkan tekadnya untuk membeli sepeda motor roda tiga. Lho kok membeli roda tiga? Mestinya membeli roda empat. Ya…, karena “Mobil Kiat SMK” belum lulus uji emisi sehingga Bagong beralih ke Sepada Motor Jialing roda tiga.

Siang itu, sekitar jam 11,00 wib., Bagong telah menyelesaikan tugasnya sebagai seorang caraka, melepaskan lelah di bawah pohon sambil memesan makanan di warung tenda. Tak lama kemudian, nasi pecel lauk mendol dan secangkir kopi telah hadir di gerobak belakang. “Hem…, enak…”, kata Bagong sambil duduk berselonjor di atas karpet. Setelah menghabiskan makanan dan minuman, Bagong melantukan lagu faforitnya “Leyeh-Leyeh Enak Tenan”:

Kadung dapuk pengangguran
Tenguk-tenguk neng emperan
Leyeh-leyeh enak tenan

Ora njaluk ra keduman
Ora ngantuk jare karipan
Leyeh- leyeh enak tenan

Sego pencuk disepak jaran
Tuku lontong nang Pasar Comboran
Leyeh-leyeh enak tenan

Nyambut gawe karo “dolanan”
Oleh remunerasi “sakjuta petung atusan”
Leyeh-leyeh enak tenan.

 

Malang, 27 Maret 2012
Djoko Rahardjo, NIP 19580327.198502.1.001
Staf Subag Sardik BAAKPSI UM

Post Author: humas admin

Comments are closed.