BAHASA AREMA BAGIAN III (Cara Membalik Kata…)

BAHASA AREMA YANG HAMPIR PUNAH

BAGIAN III

(Cara Membalik Kata dan Variasi Pola Kata)

 

Oleh: Djoko Rahardjo*)

 

Bahasa Arema/walikan “tidak terikat sepenuhnya” oleh Tata Bahasa Indonesia maupun Tata Bahasa Jawa sehingga pola pembentukan kata bahasa Arema bersifat luwes/longgar. Meskipun demikian, pola pembentukan kata/kata turunan bahasa walikan berasal dari kosa kata: bahasa Indonesia (BI), bahasa Jawa (BJ), dan bahasa asli Arema (BAA).

Wedhawati (2001:32) menyatakan sebagai berikut:

Di dalam kebanyakan bahasa, termasuk bahasa Indonesia dan Nusantara, suku kata selalu memiliki vokal sebagai inti dan puncak kenyaringan. Inti atau vokal yang menjadi puncak kenyaringan itu dapat didahului atau diikuti oleh konsonan atau tanpa diikuti apa pun sehingga secara mandiri menjadi suku kata. Suku kata yang berakhir dengan vokal disebut suku kata terbuka, sedangkan yang diakhiri dengan konsonan disebut suku kata tertutup. Berikut ialah suku kata baik dalam bahasa Indonesia atau Jawa yang bersifat terbuka (lajur kiri) atau tertutup (lajur kanan)

meja => me—ja                                                              pangkat => pang—kat

negara => ne—ga—ra                                                bengkel => beng—kel.

Suku kata tersebut memiliki pola

me—ja: kv—kv                                            pang—kat: kvkk—kvk

ne—ga—ra: kv—kv—kv                          beng—kel: kvkk—kvk.

Pendapat penulis pada contoh pola suku kata melaku (‘jalan’) =>mlaku=> uklam=> u-klam=> k—kkvk, kata “mla-ku” tidak mungkin/tidak lazim dibalik menjandi “u-kalm” => v—kvkk karena suku kata kedua (akhir) yang ada dalam Tata Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Jawa adalah berupa “suku kata yang bersifat tertutup” dengan pola kvk atau kkvk. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut oleh pakar bahasa Arema.

 

Cara Membalik Kata

Sebelum membalik kata untuk dijadikan kata turunan, terlebih dahulu harus mengetahui asal-usul kata yang akan dibalik kemudian mengetahui ejaan yang digunakan. Sebab kata dasar yang ditulis, dapat berupa ejaan lama (EL) maupun ejaan yang disempurkan (EYD).

Contoh:

djoragan (BJDJT-EL)=> nagaro/j/d/ huruf (grafim) / j/ nazal (luluh/hilang)=> nagarod =>huruf /g/ bertukar tempat dengan huruf /r/=>naragod (“naragot”)

djuwal (BJDJT-EL) >lawujd =>lawu/j/d/ => huruf (grafim) / j/=> naza l(luluh/hilang) =>lawud=>huruf /u/ diganti dengan huruf /e/ =>lawed (lawet)

dibalikan (BI-EYD) =>di-balik-an (prefik di- dihilangkan)=>balik-an=>kilab-an=>kilaban (“kelaban”)

melaku (BJ-EYD) =>mlaku =>ukalm=>huruf /a/ bertukar tempat dengan huruf /l/=>uklam

perawan (BI-EYD) => nawarep=> huruf /w/ bertukar tempat dengan huruf /r/=>narawep

raijo (BAA-EYD) => ojiar => huruf /a/ dihilangkan =>ojir

tjelana (BI-EL) =>analejt =>anale/j/t/ =>huruf (grafim) / j/=>naza l(luluh/hilang) =>analet.

 

Variasi Pola Kata

Beberapa kata turunan tersebut di atas memiliki variasi pola suku kata seperti berikut

naragod : na-ra-god (vk-vk-kvk)

lawet : la-wet (kv-kvk)

kelaban : ke-lab-an (kv-kvk-vk)

uklam : u-klam (v-kkvk)

narawep : na-ra-wep (kv-kv-kvk)

ojir : o-jir (v-kvk)

analet : a-na-let (v-kv-kvk)

 

Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata turunan “walikan” bahasa Arema memiliki ciri berikut:

(1) ada kata yang ditulis dengan ejaan lama,

(2) ada penazalan/penghilangan huruf (grafim),

(3) ada pertukaran tempat pada susunan huruf (grafim), dan

(4) ada penggantian salah satu huruf (grafim).

     

    RUJUKAN

    Wedhawati. 2001. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

     

    Post Author: humas admin

    Comments are closed.