
Setiap kali bulan Ramadan memasuki hari-hari terakhir, jutaan orang melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman. Data dari kementerian perhubungan mengungkapkan sebanyak 10.168.141 pemudik bergerak ke berbagai penjuru tanah air sejak H-10 hingga hari kedua (H+2) Lebaran 2025.
Fenomena mudik bukan hanya sekadar perpindahan fisik dari kota ke desa, tetapi merupakan perjalanan batin yang sarat makna. Desa, dalam konteks mudik lebaran menjadi simbol kenyamanan, ketenangan, dan kedekatan emosional yang tak tergantikan. Tak heran jika banyak orang menganggap desa sebagai tempat ternyaman untuk mudik Lebaran.

Staf Humas UM (Peraih Bronze Winner Anugerah Diktisaintek 2024 Kategori PTNBH Subkategori Insan Humas
Salah satu alasan utama mengapa desa begitu dirindukan saat Lebaran adalah karena di sanalah banyak kenangan masa kecil tercipta. Mulai dari bermain di sawah, mandi di sungai, menggembala sapi, bahkan berburu belut di malam hari, semuanya menjadi fragmen kenangan indah yang melekat kuat dalam ingatan.
Suasana desa yang asri dan alami menjadi tempat tumbuh kembang yang penuh warna bagi anak-anak yang kini telah dewasa dan merantau ke kota. Saat kembali ke desa, semua kenangan itu seolah hidup kembali, menghadirkan rasa hangat dan nostalgia yang menyentuh hati.
Lebaran juga identik dengan momen menyambung tali silaturahmi dengan keluarga besar. Di kota, kesibukan dan gaya hidup individualistik kerap membuat hubungan antar anggota keluarga maupun tetangga menjadi berjarak. Namun, di desa, semangat gotong royong dan kebersamaan masih sangat kental.
Mudik menjadi sarana untuk kembali menyapa sanak saudara, mengunjungi tetangga lama, dan mempererat hubungan yang mungkin sempat renggang karena jarak dan waktu. Tidak ada yang lebih menghangatkan hati daripada duduk bersama keluarga besar, menikmati hidangan khas Lebaran seperti ketupat, opor ayam, dan sambal goreng, sambil berbagi cerita dan tawa.
Selain itu, desa juga menjadi tempat ideal untuk melepaskan penat dari hiruk-pikuk kehidupan kota. Kebisingan lalu lintas, tekanan pekerjaan, dan rutinitas yang monoton seringkali membuat hidup di kota terasa melelahkan secara fisik dan mental. Di desa, semua itu seolah lenyap.
Suara alam menggantikan klakson kendaraan, udara bersih menggantikan polusi, dan waktu berjalan lebih lambat, memberikan ruang untuk benar-benar beristirahat. Tidak sedikit pemudik yang mengaku merasa lebih tenang dan bahagia hanya dengan duduk di teras rumah desa sambil menikmati angin sepoi-sepoi dan melihat hamparan hijau sawah.
Setiap rumah terbuka lebar, menyambut siapa pun yang datang. Warga tak segan mampir ke rumah tetangga, walau hanya untuk menyeruput teh hangat atau mencicipi jajanan buatan sendiri. Tak ada perasaan canggung atau ragu, semuanya terasa seperti keluarga besar yang lama tak bertemu.
Di beranda rumah-rumah sederhana itu tawa terdengar riuh. Obrolan ringan tentang kabar anak cucu, tentang panen tahun lalu, atau tentang rencana perbaikan jalan desa, mengalir begitu saja. Tak jarang, cerita masa lalu pun ikut muncul, mengundang gelak tawa dan rasa haru.
Hal yang menarik saat ini desa-desa di Indonesia kini telah banyak mengalami perkembangan yang signifikan. Dulu, desa seringkali dikonotasikan dengan keterbatasan akses dan infrastruktur. Namun kini, banyak desa telah bertransformasi menjadi desa maju.
Akses internet sudah tersedia di banyak titik, memudahkan komunikasi dan pekerjaan jarak jauh. Jalan-jalan sudah beraspal mulus, mempermudah mobilitas warga dan pemudik. Fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, dan pusat kegiatan masyarakat juga semakin lengkap. Bahkan beberapa desa sudah menerapkan konsep desa digital dan desa wisata yang makin menarik perhatian.
Perkembangan ini tentu tidak menghilangkan keaslian desa, melainkan menjadikannya lebih adaptif dengan zaman. Desa tetap menyuguhkan ketenangan dan kehangatan, namun kini dibalut dengan kemudahan akses teknologi dan fasilitas modern. Inilah yang menjadikan desa semakin nyaman untuk dikunjungi, terutama saat momen Lebaran.
Mudik ke desa bukan hanya soal pulang kampung, tetapi juga tentang kembali menemukan jati diri. Di sana, kita diingatkan tentang akar kehidupan, nilai-nilai kebersamaan, dan arti syukur. Desa mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal besar, tetapi dari kebersamaan, kesederhanaan, dan kenangan yang tulus. Maka tak heran, setiap kali Lebaran tiba, jutaan hati rindu ingin pulang, kembali ke desa, tempat ternyaman untuk mudik. (*)
Artikel ini juga dimuat https://malang-post.com/2025/04/10/desa-tempat-ternyaman-untuk-mudik-lebaran/