LONDON: Sungguh Mengesankan

CATATAN REDAKSI: Novika Purnama Sari, mahasiswi UM, adalah delegasi Indonesia untuk mengikuti program Encompass Journey of Understanding di Scotland, United Kingdom.

“London… London… ingin ku kesana… London… London…” adalah sepenggal lirik lagu Changchuters yang saya dendangkan bersama salah satu rekan saya dari Indonesia. Kami bernyanyi  sambil berjalan menyusuri perumahan di London. London merupakan salah satu impian dikala saya masih di bangku sekolah dasar dan kini saya sangat bersyukur karena pada bulan Februari 2010 lalu, Tuhan mewujudkan impian tersebut.

Tak bisa dipungkiri bahwa mengisi hari-hari di kota yang terkenal dengan Big Ben-nya tersebut adalah momen yang tak akan pernah terlupa, tradisi dan budaya serta orang-orang yang saya temui disana sangat mengesankan. Hal-hal mengesankan tersebut memperkaya ilmu dan pengetahuan saya, khususnya dalam hal toleransi dan kebudayaan. Ditambah lagi, Encompass Trust, program yang memfasilitasi saya sebagai salah satu delegasi dari Indonesia, dikemas dengan sangat kreatif dan inovatif sehingga empat belas hari di United Kingdom menjadi begitu sangat berharga.

Encompass Trust adalah yayasan Daniel Braden yang terbentuk dengan latar belakang Peristiwa Bom Bali I. Peristiwa tragis yang terjadi di Indonesia tersebut menelan 202 korban jiwa, salah satu diantaranya adalah Dan Braden, putra Daniel Braden. Berangkat dari peristiwa itu, kekasih dan keluarga Dan berinisiatif untuk mengumpulkan para generasi muda dari berbagai negara konflik ke dalam sebuah program ‘Journey of Understanding’, yakni mendekatkan para generasi muda dari berbagai negara konflik melalui kegiatan outbond dan diskusi. Media outbond dan diskusi tersebut diharapkan dapat membuat para generasi muda dari berbagi negara konflik untuk saling mengenal, saling bertoleransi, dan saling menghargai sehingga diharapkan peristiwa tragis seperti Bom Bali tidak terjadi kembali.

‘Journey of Understanding’ Februari 2010 diramaikan oleh para remaja asli kelahiran Indonesia 4 orang, United States 3 orang, Israel 4 orang, Palestina 5 orang, Filiphina 1 orang, Afrika 2 orang, Iraq 1 orang, dan United Kingdom 4 orang. Jalinan persahabatan diantara saya dengan mereka tidaklah berawal mulus. Sedikit banyak saya pun tersandung oleh berbagai perbedaan latar belakang dan budaya. Begitu juga sebaliknya. Contoh: remaja dari Israel pada awalnya berpikir bahwa remaja Indonesia tidak akan pernah mau berteman dengan orang-orang Israel, mereka juga beranggapan bahwa orang Indonesia adalah penganut agama yang menghalalkan bom bunuh diri, memusuhi kaum Israel, serta hal buruk lainnya. Namun dengan berjalannya waktu, satu sama lain pun mulai terbuka, meluruskan persepsi awal yang ada, jujur, saling mengerti dan memahami budaya serta prinsip yang dianut.

Begitu banyak hal yang ingin saya sampaikan, tetapi satu hal penting yang saya dapat dari program Encompass tersebut: “Tidak semua yang pada awalnya menurut kita buruk adalah buruk. Janganlah terlalu mudah dan cepat menilai baik buruknya seseorang atau suatu bangsa. Sadarkah bahwa kita terlalu sering menilai seseorang atau suatu bangsa hanya dengan sekilas mata? Seharusnya, kita mengenal lebih dekat dengan hati. Salinglah mengerti dan menghargai.” Sungguh, kejadian-kejadian mengerikan seperti Bom Bali tak kan pernah terulang kembali jika kita mulai memahami dan menghargai perbedaan. Bukankah damai itu lebih indah?

Novika Purnama Sari

Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Fakultas Sastra Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris 2008

Post Author: humas admin

Leave a Reply

Your email address will not be published.