[BELAJAR DARI KAMPUS LAIN – 2] Mengurangi Penggunaan Kertas dengan Media Sosial, Pos-El, dan Blog

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan yang pernah saya tulis pada 26 April 2012 silam. Sama seperti tulisan sebelumnya, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengunggulkan kampus lain, tetapi hanya memberikan informasi yang dapat digunakan untuk contoh pengembangan sistem kampus UM.

Pada pengarahan singkat mahasiswa baru PPs kampus tempat saya belajar, mahasiswa diberi pengarahan tentang sistem pembelajaran di kampus itu. Satu hal yang saya cermati adalah sistem pengumpulan tugas. Direktur pascasarjana kampus itu menekankan sebisa mungkin pengumpulan tugas dilakukan secara online sehingga dapat mengurangi penggunaan kertas dan tidak ada alasan terlambat mengumpulkan tugas bila ada tugas kantor (maklum, mayoritas mahasiswa [kecuali saya dan dua rekan lain] adalah karyawan yang adakalanya harus meninggalkan kuliah saat ada tugas mendadak dari kantor). Untuk itulah, direktur menyarankan penggunaan penggunaan media sosial untuk pengumpulan tugas.

Jangan membayangkan media sosial yang digunakan adalah Facebook. Media sosial yang dipilih kampus itu ialah Edmodo (www.edmodo.com). Edmodo adalah media sosial khusus edukasi yang didesain mirip Facebook. Di Edmodo ini, akun akan dibedakan antara akun student (pembelajar), teacher (pengajar)dan parent (orang tua)Sebelum mendaftar, pembelajar harus mengetahui salah satu kode edmodo kelas yang diikui. Kode Edmodo didapatkan dari pengajar. Jadi, setiap kelas yang diciptakan oleh pengajar mempunyai kode unik yang dibuat otomatis oleh sistem. Penggunaan kode ini bertujuan agar pembelajar tidak dapat bergabung dengan kelas yang tidak diikutinya.

Sama seperti grup Facebook, di Edmodo inipun memiliki dinding yang dapat digunakan untuk berdiskusi antar anggota kelas (pengajar tentunya juga dianggap anggota kelas). File/URL pun dapat disertakan dalam diskusi itu. Setiap anggota kelas tidak mempunyai dinding tersendiri, sehingga antar pengajar tidak dapat mengirim pesan pribadi. Akan tetapi, pengajar dapat menulis pesan pribadi ke pembelajar. Begitupun sebaliknya.

Dinding biasanya kami gunakan untuk menyebarkan materi yang akan dipresentasikan untuk kuliah selanjutnya. Hasilnya cukup menghemat pengeluaran biaya kertas dan fotokopi. Misalnya, slide presentasi 20 buah dijadikan 5 lembar halaman A4 dan seharusnya dibagikan ke seluruh peserta diskusi. Perhitungannya 5*100*20=10.000. Jadi, tiap presentasi kami bisa menghemat setidaknya 9.500 dengan asumsi dosen meminta hard copy agar beliau dapat memberikan penilaian secara langsung saat diskusi.  Sembilan ribu lima ratus Rupiah bila dilihat memang merupakan angka yang kecil, tetapi bila dikalikan untuk beberapa kali presentasi cukup lumayan juga. Apalagi kita juga dapat menghemat kertas.

Untuk pengumpulan tugas mandiri pun disediakan fitur assignment, pengajar cukup membuat deskripsi tugas dan memberikan batas waktu pengerjaan. Pengajar bisa langsung memberikan nilai dan umpan balik kepada pembelajar untuk setiap tugas tanpa diketahui pembelajar lain.

Sayangnya tidak semua dosen mau berinteraksi via Edmodo. Kami pun tidak dapat memaksa. Adakalanya dosen memilih interaksi lewat pos-el maupun blog. Tak menjadi masalah, yang penting tugas sampai dan tidak perlu hadir di kampus saat tidak kuliah, penghematan kertas pun dapat kami lakukan. Hanya beberapa dosen yang benar-benar tidak mau bila mahasiswanya mengumpulkan soft copy. Untuk tipe dosen seperti ini, biasanya mahasiswa mengalah.

Memang pihak pimpinan PPs pun menyadari tidak semua dosen nyaman membaca hasil pengerjaan tugas di depan komputer. Namun, bila hasil pengerjaan tugas dikirim dalam bentuk file, dosen yang merasa tidak nyaman dapat mencetaknya. Bila dosen yang mencetak, hasil dapat dicetak di atas kertas bekas. Kalau mahasiswa yang melakukannya, dapat dipastikan mahasiswa akan segan.

 

Malang, 7 Desember 2012
Enam bulan meninggalnya Bpk. Johanis Rampisela.

 

Post Author: humas admin

Comments are closed.