KHUTBAH JUMAH: LUPA DIRI

LUPA DIRI

Oleh Dawud

Kaum muslimin dikasihi Allah,
Dalam pendahuluan khutbah tadi, khatib menyitir ayat ke-19 Surat Al-Hasyr

وَلاَتَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ {19}

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik (Al-Hasyr: 19)
Secara harfiah, lupa bermakna lepas dari ingatan; tidak dalam pikiran atau tidak dalam ingatan lagi. Adapun lupa diri sepadan dengan makna ‘tidak sadar akan keadaan dirinya; lupa kacang akan kulitnya, lupa akan asalnya; atau lupa daratan, yakni bertindak (bersikap) tanpa menghiraukan harga diri sehingga melampaui batas’.
Dalam khutbah kali ini, khatib menguaraikan 3 jenis lupa diri yang sering melanda manusia.
JENIS  LUPA DIRI YANG PERTAMA ADALAH LUPA ASAL KEJADIANNYA
Secara sederhana, kejiadian manusia dimulai saat bertemunya spermatozoa dengan ovum dalam kandungan. Dari proses itulah terbentuk janin selama 9 bulan 10 hari dalam rahim ibu. Sejak kelahiran sampai dengan usia sekitar 1 tahun, bayi belajar berjalan dan berbicara. Pada usia sekitar 2—4 tahun, anak belajar pada hal-hal yang bersifat motorik. Pada usia sekitar 5—10 tahun, anak belajar pada hal-hal yang bersifat konkret. Pada usia sekitar 12 tahun, anak mulai belajar hal-hal bersifat sistem, kaidah, atau operasi formal. Demikian seterusnya, sampai dia dewasa dan mandiri.
Dibandingkan dengan makhluk lain, ayam atau kucing, misalnya, secara fisik asal kejadian manusia termasuk paling lemah. Ayam yang baru menetas dari telor sudah bisa langsung berjalan. Kucing yang baru dilahirkan oleh induknya, hanya memerlukan waktu beberapa jam untuk bisa berjalan.
Akan tetapi, saat sudah memiliki fisik yang kuat dan mampu berpikir logis yang diperoleh melalui proses yang begitu panjang 20 tahunan atau lebih, sebagian manusia justru mulai melupakan asal kejadiannya. Lupa bahwa dia dulu adalah lemah, lupa dia dulu tidak berdaya, lupa dulu dia perlu bantuan pihak lain sekedar untuk makan, minum, dan buang kotoran.
Dua kisah Al-Quran yang terkenal orang yang lupa atau melupakan asal kejadiannya adalah Fir’aun dan Qarun. Fir’aun manasbihkan dirinya sebagai Tuhan. Qarun menasbihkan dirinya sebagai hartawan karena usahanya, karena ilmunya.

قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرَ جَمْعًا وَلاَيُسْئَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ {78}

  Karun berkata:”Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”.Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka. (QS. 28 Al-Qashash:78)
Sejarah abad ke-20 mencatat lima selebritas berikut merupakan manusia yang lupa atau melupakan asal kejadiannya dan meremehkan Tuhannya.
(1)     Pada tahun 1966, saat wawancara dengan American Magazine, John Lennon (penyanyi) berkata, ”Agama akan berakhir dan hilang. Saya tidak perlu menjelaskannya. Tuhan, sih, oke, namun pengajaran-Nya terlalu sederhana. Hari ini kami jauh lebih tenar dari-Nya.” Setelah mengatakan itu, John tewas ditembak penggemarnya.
(2)     Selagi kampanye, Tancredo Neves (Presiden Brasil) berkata, bila mendapatkan 500 ribu suara dari anggota partainya, tidak ada yang dapat mendepaknya dari posisi presiden, BAHKAN TUHAN SENDIRI. Akhirnya, ia mendapatkan lebih dari 500 ribu suara. Tapi, sehari sebelum peresmian jabatannya, ia sakit dan mati.
(3)     Dalam penampilannya di Rio de Janeiro, sambil mengisap cerutu, Cazuza (artis Brasil) mengebulkan asapnya ke udara sambil berkata, ”Tuhan, ini untuk-Mu.” Pada umur 32, ia meninggal karena kanker paru-paru dalam kondisi yang mengerikan.
(4)     Setelah memimpin sebuah Kebaktian Kebangunan Rohani, Billy Graham mengatakan bahwa Roh Allah mengirimnya untuk menyampaikan sesuatu. Setelah mendengarkan apa yang disampaikan Billy Graham, Marilyn Monroe (artis Amerika Serikat) berkata, ”Maaf, aku tidak memerlukan Tuhan.” Seminggu kemudian, Marilyn ditemukan tewas di apartemennya.
(5)     Pada tahun 1979, dalam salah satu lagu di albumnya, Bon Scott (mantan vokalis AC/DC) mengatakan, “Jangan hentikan aku. Aku sedang asyik berjalan ke neraka.” Setahun kemudian, pada 19 Februari 1980, Bon ditemukan tewas karena tersedak oleh muntahnya sendiri.
(sumber, http://www.tempo.co/read/news/2013/08/19/205505464/Ini-Nasib-5-Tokoh-yang-Pernah-Meremehkan-Tuhan, SENIN, 19 AGUSTUS 2013 | 14:52 WIB)
Itulah fenomena alam, itulah ayat kauniah, itulah i’tibar yang harus kita baca. Lupa asal kejadian kita dapat mengakibatkan kesombongan. Kesombongan dapat dan berarti meremehkan siapa saja, bahkan meremehkan Tuhan.
Kita bisa memperluas makna lupa akan asal kejadian itu, antara lain sebagai berikut.
(1)          Saat ini kita hidup di kota yang serba ada, kita lupa kalau dulu sebagian dari kita berdomisili dan berasal dari daerah yang tandus, kering, dan kekurangan.
(2)          Saat sekarang kita punya kendaraan bermotor, kita lupa dulu berjalan kaki atau naik sepeda angin.
(3)          Saat ini kita sebagai sudah memiliki pekerjaan, kita lupa susahnya masa menganggur dulu.
(4)          Saat ini kita menjadi PNS, kita lupa sebagian dari kita dulu adalah kuli bangungan, tukang becak, dan pekerja kasar yang lainnya.
Demikian seterusnya, kita lupa asal kejadian kita. Kita harus merenungkan, kita harus menghitung: betapa luar biasa kasih Allah kepada hamba-Nya, kita saat ini.
  Jamaah Jumah sekalian, semoga Allah melipatkan karunia-Nya kepada kita,
JENIS LUPA DIRI YANG KEDUA ADALAH LUPA AKAN JASA PIHAK LAIN
Kebesaran, kedewasaan, keberhasilan, kemuliaan, kepandaian, kesarjanaan, kekuasaan yang diperoleh manusia pasti berasal dari kasih Allah, usaha diri sendiri, dan jasa orang di sekeliling kita yang menghasihi kita, yakni ayah-bunda, anggota keluarga, guru, dan sahabat-sahabat kita, serta komunitas tetangga, lembaga, atau paguyuban tempat kita berada. Sebagian di antara kita kadang lupa atau melupakan jasa mereka atau sebagian dari mereka yang luar biasa itu.
Kita ambil contoh dua kelompok yang berjasa luar biasa kepada kita, yakni ayah-bunda dan guru-guru kita. Darah daging kita dari air susu ibu kita dan/atau asupan gizi yang diberikannya. Perkembangkan jiwa raga kita disiriami oleh kasih sayangnya. Keberuntungan yang kita nikmati adalah karena kemuliaan doa ibu-bapak kita. Keahlian, kompetensi, dan kepakaran kita saat ini adalah buah dari ketelatenan, kesabaran, ketekunan guru kita mengajari baca-tulis-hitung guru-guru kita: SD, SMP, SMA,dan PT.
Kadang kita lupa atau melupakan jasa besar tersebut. Kadang kita anggap itu adalah tugas mereka. Kadang kita menganggap sebagai hubungan transasksional belaka: memberi-menerima, menjual-membeli, kewajiban-hak.
Sudah kita hitungkah: seberapa balasan yang kita berikan kepada mereka? Terpeliharakah silaturrahim kita dengan mereka yang masih hidup? Sudah istiqamahkah kita mendo’akan mereka yang sudah wafat dengan doa: Ya, Allah, ampunilah ibu-bapakku, ampunilah guru-guruku? Kadang-kadang kita lupa atau melupakan jasa mereka, walaupun mengingat dan membalas jasa mereka bisa dilakukan tanpa modal dan tenaga ekstra, yakni DOA.
  Kaum mukminin, semoga Allah selalu memantapkan keimanan kita,
JENIS LUPA DIRI YANG KETIGA ADALAH LUPA AKAN HAK ORANG LAIN
Dalam kehidupan sehari hari, peran sesama kita adalah berpasangan: orang tua-anak; suami-isteri; guru-murid; dosen-mahasiswa; atasan-bawahan, raja-rakyat; pemimpin-anak buah, majikan-buruh; imam-makmum; khatib-jamaah; dan pasangan peran yang lainnya. Hakikatnya, masing-masing pihak memilki haknya sendiri-sendiri. Akan tetapi, di antara kita secara sadar atau tidak sadar lebih menuntut dan mementingkan hak atas peran diri sendiri dan kurang atau bahkan mengabaikan hak pihak lainnya.
Dalam konteks khutbah kali ini, misalnya, khatib memiliki hak menggunakan waktu untuk menyampaikan pemahaman kebenaran tentang ayat-ayat Allah. Para jamaah juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, ringkas, padat, dan dalam waktu yang singkat dari khatibnya.
Dalam suatu organisasi, pemimpin memiliki hak untuk mendesain, mengelola, mengatur, dan mengarahkan aktivitas layanan untuk anak buahnya sesuai peraturan. Anak buah memiliki hak untuk memperoleh pelayanan, pembimbingan, pengarahan, dan pengaturan dalam pelaksanaan tugasnya.
Pengabaian atas hak pihak lain bisa mengakibatkan tak tertunaikan amanah yang diberikan bahkan bisa mengarah pada aniaya pada pihak lainnya. Selama ini ada anggapan bahwa aniaya itu hanya terjadi dari yang kuat ke yang lemah, dari atasan ke bawahan, dari pemimpin ke anak buah. Anggapan itu tidak selamanya benar, walaupun diakui ada kecenderungan seperti itu.
(1) Ayah-bunda yang kurang memperhatikan pendidikan Al-Quran anaknya adalah termasuk abai atas hak anaknya. Sebaliknya, ayah-bunda yang telah berusaha agar anaknya mendapatkan pendidikan yang layak sampai ke pendidikan tinggi, tetapi anaknya tidak belajar dengan baik, itu termasuk dari bagian aniaya anak kepada Ayah-Ibunya.
(2) Seorang pemimpin yang abai atas pemberian layanan kenaikan pangkat/jabatan, penambahan kompetensi, dan kesejahteraan anak buahnya  termasuk kategori melupakan hak sekaligus aniaya terhadap anak buahnya. Sebaliknya, seorang pemimpin yang sudah berusaha keras memberikan layanan sesuai dengan koridor peraturan perundangan, tetapi anak buah masih mencaci dan menggunjing ke sana kemari karena kebetulan dia tidak lolos seleksi, tentu saja termasuk bagian anak buah yang aniaya kepada pemimpinnya.
Masjid Al Hikmah Universitas Negeri Malang, 25 Oktober 2013

Post Author: humas admin