Saat ini Kota Malang terus berbenah menata kotanya yang modern, mulai dari relokasi pasar tradisional, penataan taman, perbaikan trotoar, saluran irigasi, jembatan, dan Heritage Kayutangan. Lebih menggeliat lagi dengan melakukan perubahan baru, yaitu aneka rekayasa jalur lalu lintas kendaraan untuk menghindari terjadinya kemacetan di sana-sini.
Kota Malang akan menjadi pilot project di Indonesia bilamana menerapkan pembangunan kota dengan konsep ecopolis. Artinya ibarat 4 sehat 5 sempurna bilamana membangun Kota Malang penataannya dibangun dengan konsep kota ecopolis sebagai bagian dari kesempurnaan.
Saya memang bukan ahli tata kota maupun tata ruang, tapi wajar rasanya jika sebagai warga negara, saya ingin terciptanya suatu ekosistem di Kota Malang yang tidak hanya maju secara konstruksi dan teknologi. Tapi juga melompat jauh ke barisan terdepan sebagai kota yang ramah lingkungan.
Ecopolis, sebuah istilah yang masih kalah tenar oleh Metropolis atau bahkan Megapolis. Tapi Ecopolis menurut saya adalah sebuah jawaban atas tata kota yang memperhatikan nilai-nilai keberlangsungan, kemajuan teknologi, kesehatan lingkungan, kebersihan alam, dan sirkulasi udara sebagai dasar kota layak hidup.
Gagasan tentang pembangunan Kota Malang secara ecopolis guna berharap masa depan Kota Malang yang diminati warga negara Indonesia untuk tinggal dan bermukim yang nyaman dan menjadi impian. Kondisi ini memang memukau berbagai kalangan untuk pro aktif di dalamnya.
Pertama, ibarat menanam pohon yang direncanakan berbeda dengan pohon yang tumbuh dengan sendirinya secara organik, terbuka peluang untuk mencipta dan mengatur segala sesuatunya sejak awal secara holistik. Kedua, membangun hutan ibarat suatu tatanan kota baru merupakan salah satu hasil penjelajahan metode komprehensif kebijakan pemerintah dan tentunya “butuh” kepedulian kolektif dari masyarakat dan investor guna mengembalikan hutan kota pada khitahnya.
Memperlihatkan asas yang mendasari pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan, maka diharapkan intervensi pemerintah dan kepedulian kolektif publik akan tetap mempertahankan keadaan kota sebagai kota yang lestari dengan tetap mengupayakan dan menyediakan hutan di tengah kota atau yang lebih dikenal dengan hutan kota.
Hal ini juga diperkuat konsepsi Fokura (1987) bahwa hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya.
Sebagai contoh, Kebun Raya Bogor yang dibangun oleh Sir Stanford Raffles pada tahun 1817, Kebun Raya Cibodas dan hutan Raya Ir. H. Djuanda di Malang setidaknya dapat dijadikan contoh model pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia.
Berdasarkan kriteria sasaran dan fungsi penting vegetasi, intensitas manajemen serta statusnya, maka hutan kota dapat dikelompokkan ke dalam 4 bentuk, yakni taman, kebun, pekarangan, jalur hijau serta hutan konservasi.
Sedangkan menurut UUPK No. 5 Tahun 1967, hutan adalah lapangan yang ditumbuhi oleh pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup dengan alam lingkungannya dan mempunyai luas paling sedikit 0,25 hektar.
Keberadaan lain yang menunjang perlunya pengembangan hutan di kawasan Malang Raya adalah adanya kecenderungan penduduk kota Malang yang mendambakan suasana alami seperti tempo dulu. Hal ini ditunjukkan juga dengan semakin banyaknya penduduk kota lain yang sasarannya berlibur di kawasan Kota Malang.
Kearifan Ecopolis
Ecopolis adalah upaya mensenyawakan pola pemukiman penduduk ke dalam pola kehidupan alam, sehingga kota-kota itu akan menjadi tempat pelestarian daya dukung lingkungan dan sekaligus peningkatan aktivitas ekonomi. Ecopolis menganut paham kearifan ekologis.
Lahan-lahan yang terletak di daerah pantai, hutan bakau, rawa-rawa, tambak, daerah resapan air, dan kawasan lindung semacam itu merupakan tempat-tempat yang harus dihindari bagi pembangunan fisik, dengan maksud untuk mempertahankan daur hidrologi dan daur kehidupan.
Kearifan Ecopolis manakala kebanyakan orang merusak kehidupan di kota, dengan cara memadati lahannya dengan bangunan masif dan perkerasan yang kedap air, ecopolis akan memperbaiki sistem kehidupan dengan bahan yang porus, menanam pepohonan, dan mendaur ulang air.
Jika secara tradisional strategi perencanaan kota dikendalikan secara top-down, perkembangan kota ekologi berawal dari grass roots. Partisipasi masyarakat menjadi bagian integral dari program kota ekologi. Sementara orang sibuk mencari privacy, ecopolis mencari kebersamaan yang kental, mendistribusikan penduduk ke daerah pinggir, sehingga menjadi lebih seimbang dan lebih berorientasi pada masyarakat.
Konsep kearifan ecopolis dengan membiarkan lebih banyak lahan kembali ke fungsi alaminya, dengan membuat kebun dan taman kota yang luas sebagai penangkal polusi udara, debu, bising dan angin, sekaligus sebagai tempat rekreasi gratis bagi penduduknya. Alam menjadi bagian integral dari sebuat kota.
Menyikapi adanya pertumbuhan sebuah kota ini, padahal jauh-jauh hari Doxiadis, telah meramalkan bahwa kota-kota yang ada di dunia ini, termasuk di Malang akan tumbuh dan bengkak semakin besar, semakin kuat dan sulit dikendalikan.
Peringatan itu, kelihatannya sejalan dengan apa yang diinginkan oleh John Ormsbee (1986), bahwa kita agar lebih berhati-hati dalam mengelola kota dan lingkungan binaan manusia. Selain itu, yang terpenting adalah kita berharap jangan sampai terjadi “ecological suicide” (bunuh diri ekologi) oleh pihak-pihak tertentu terhadap pembangunan kota ini. Hal ini bisa terjadi secara sadar maupun tidak sadar.
Upaya mewujudkan tata kota yang ideal, artinya suatu kota yang modernis tetapi ecopolis tidak hanya sebatas memikirkan kepentingan sepihak saja. Sehingga tidak ada kesan “aji mumpung” atau mencari kesempatan guna meraup keuntungan. Sebaliknya pemerintah daerah justru tanggap dapat menepis kesan bahwa kebijakan “membangun bukan berarti merusak.”
Jika prinsip ini dipegang sebagai upaya revitalisasi penataan kota yang ecopolis, maka secara konsep penataan perkotaaan dapat disebut “Membangun Ecopolis akan Mematahkan Mitos Problem Perkotaan.” Oleh karena itu, membangun kota dengan konsep ecopolis kelak akan menjadikan Malang sebagai barometer kota idaman terbaik di Indonesia.(*