Insiden terbakarnya KMP Royce 1 saat berlayar menuju Pelabuhan Bakauheni dari Pelabuhan Merak pada, Sabtu (6/5/2023) diduga berasal dari bus yang dilalap api di lambung kapal feri itu. Insiden itu terjadi di sekitar Pulau Tempurung, ketika KMP Royce 1 sedang mengangkut ratusan penumpang dan kendaraan.
Menurut Kepala Kantor SAR Banten bahwa bus di dalam kapal mengalami kebakaran. Awalnya dilaporkan api muncul dari lambung kapal hingga menimbulkan kepulan asap. Kejadian ini membuat para penumpang dan Anak Buah Kapal (ABK) panik (CNN Indonesia, 6/5/2023).
Transportasi laut sebagai bagian dari sistem dari transportasi nasional memainkan peranan penting tidak hanya dalam merangsang (stimulating/ menunjang) dan (servicing/ supporting) pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektor lainnya serta pengembangan wilayah, namun juga mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung perwujudan pola distribusi nasional, mendukung perwujudan Wawasan Nusantara, serta mendukung/ penunjang pertahanan dan keamanan matra laut.
Sekarang ini saja, pertumbuhan volume barang yang menggunakan angkutan laut relatif tinggi sebagai akibat perkembangan aktivitas ekonomi nasional dan internasional. Ini merupakan peluang bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan sarana dan prasarana transportasi laut.
Sebagai suatu sistem, transportasi laut terdiri atas 3 sub sistem, yaitu: (1) sub sistem angkutan laut, (2) sub sistem kepelabuhan, dan (3) sub sistem keselamatan pelayanan. Oleh karena itu, sehubungan dengan musibah tenggelamnya kapal secara beruntun pada era tahun 2007, maka fokus kajian ini akan mengapresiasi adanya harapan kebijakan sistem keselamatan angkutan/ penumpang. Musibah kebakaran kapal fery pada 6 Mei 2023 setidaknya menjadi evaluasi penting terhadap pentingnya keselamatan transportasi laut.
Sub sistem keselamatan pelayaran meliputi Kenavigasian, kelaik lautan Kapal dan Kepelautan, pemeliharaan alur pelayanan dan kolam pelabuhan, Salvage dan pekerjaan bawah air serta penegakan hukum dan penanggulangan musibah/ pencemaran.
Dari keterkaitan sistem tersebut, apakah ada validasi kelayakan yang dapat menjamin keselamatan penumpang secara teknis maupun non teknis? Artinya, belajar dari tenggelamnya kapal pada bulan Desember 2006, yang menenggelamkan ratusan jiwa, mengapa justru pada waktu yang tidak terlalu lama terulang tragedi Levina 1? Mungkin hal ini bisa dikatakan sebagai musibah atau nasib lagi “apes” menyelimuti transportasi laut, dan udara karena saat itu Adam Air mengalami nasib yang sama. Dengan demikian, jujur saja kondisi transportasi di negeri ini carut-marut dan menuai nilai raport merah.
Lantas, apa yang semestinya harus dilakukan pemerintah untuk melakukan revitalisasi transportasi laut yang dapat memberikan konsep penjaminan mutu keselamatan penumpang dan good will transportasi di Indonesia, setidaknya formulasi ini harus segera ditindaklanjuti secara serius.
Kebijakan Strategis
Meskipun kebijakan transportasi telah memberi peluang dan mendorong swasta untuk berperan dalam investasi, akan tetapi swasta menghadapi kendala dalam upaya investasi bidang infra struktur transportasi. Mulai dari besarnya investasi, manajemen, perangkat teknologi, kualitas SDM, hingga perangkat quality assurance atau penjaminan mutu dalam merekomendasikan keselamatan angkutan laut.
Di sisi lain, kendala yang dihadapi pemerintah dalam mengikutsertakan pihak swasta dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan adalah bahwa selama ini inisiatif kerjasama yang terjadi lebih banyak datang dari pihak swasta dan swasta cenderung hanya memilih segmen usaha yang menguntungkan serta hanya di lokasi pelabuhan-pelabuhan tertentu.
Hal ini disebabkan karena tidak semua segmen usaha yang ada di pelabuhan memberikan tingkat pengembangan investasi yang cepat dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Sebagai akibat tidak dapat melakukan proses pemilihan secara optimal atas kemampuan dan kualitas pihak swasta yang mengajukan keinginan untuk investasi di pelabuhan.
Selain itu, peraturan perundangan yang ada belum mengatur lebih rinci yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan keikutsertaan pihak swasta. Salah satu hal yang justru harus ditegakkan adalah perundangan yang mengatur validasi kelayakan pemberangkatan kapal laut. Semisal kapal yang normalnya mengangkut 500 penumpang, kenyataan bisa melebihi target dan muatan barang melebihi kapasitas angkutan. Belum lagi validasi muatan barang antara yang membahayakan atau tidak, antara yang mudah meledak, terbakar, dan barang terlarang.
Penegakan hukum tilang dan denda ini seyogyanya tidak hanya terjadi pada lalu lintas darat saja, tapi juga pada lalu lintas laut sehingga “biar lambat asal selamat” perlu dijadikan momentum kolektif.
Sejalan dengan upaya revitalisasi penataan peraturan bidang transportasi laut nasional tersebut, pemerintah perlu membuat kebijakan secara strategis dalam jangka menengah dan jangka panjang, dengan mengarah pada jaminan keselamatan angkutan/penumpang sebagai berikut.
Pertama, pembinaan perusahaan pelayaran dan penunjang yang mengarah kepada profesionalisme usaha, dengan mengutamakan kepuasan penumpang. Kedua, pembinaan angkutan laut dengan memperlihatkan keseimbangan trayek di kawasan barat dan timur Indonesia.
Ketiga, pengendalian penggunaan/ pengoperasian kapal asing di dalam negeri sesuai kebutuhan ruangan kapal, artinya tidak boleh melebihi kapasitas angutan. Keempat, tarif angkutan laut diserahkan kepada mekanisme pasar, kecuali tarif penumpang kelas ekonomi dan pelayaran perintis.
Kelima, menggalakkan kesempatan kerjasama (joint venture) antara perusahaan pelayaran asing dan perusahaan pelayaran nasional. Keenam, peningkatan pembinaan sub pengelola quality assurance dalam merekomendasi kelayakan pemberangkatan dan penundaan secara teknis dalam rangka mendukung jaminan keselamatan angkutan/ penumpang maupun kapal itu sendiri.
Ketujuh, meningkatkan pola koordinasi secara sinergis antara manajemen pelayaran, teknisi penyelamatan kapal, jajaran keamanan, dan awak kapal secara sistemik.
Dampak dari kecelakaan laut dapat menyebabkan hilangnya nyawa orang lain maupun diri sendiri serta kerugian harta benda yang seringkali tidak sedikit jumlahnya. Dengan demikian indikator dari penyelenggaraan transportasi yang berbasis keselamatan adalah apabila angka kecelakaan dapat ditekan serendah mungkin.
Beberapa peristiwa kecelakaan transportasi laut dapat setiap saat terjadi. Oleh karena itu kita harus melaksanakan dan memastikan bahwa semua telah memenuhi standar dan prosedur keselamatan yang berlaku, sehingga kita bisa menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan ancaman bagi keselamatan transportasi dan jiwa.(*)