Wisata Unjuk Rasa

Negara Kesatuan Republik Indonesia sekarang ini sedang menghadapi “ujian” yang cukup berat di bidang: ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya dan lain-lain. Kompleksitasnya cukup tinggi. Ibarat tubuh yang sudah terjangkit komplikasi beberapa penyakit seperti kanker, stroke, diabetes dan lain-lain. Proses penyembuhannya cukup lama dan sangat sulit. Sebagai warga negara yang baik, marilah kita bersama-sama berdoa semoga negara kita cepat sembuh.

Ditengah-tengah maraknya demontrasi yang menolak kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) ada salah satu “guyonan” yang mungkin dianggap aneh. Apakah itu? “Bagaimana bila unjuk rasa di Indonesia dijadikan obyek wisata?” Lho? Ngawur!
Berbicara masalah peluang, bukankah di Indonesia hampir setiap hari ada unjuk rasa? Betulkan? Apakah unjuk rasa itu memiliki nilai jual? Ada. Nah…, mari kita simak informasi di bawah ini secara seksama.

Tahukah Anda bila “sebagian” unjuk rasa sekarang ini sudah terkontaminasi bisnis? Ada penyandang dana– ada managing director– ada koorditor lapangan (korlap), dan lain-lain. Pengalaman unik empat tahun yang lalu, sebut saja di Desa X, Kecamatan Y, Kabupaten Z. Seorang peternak kambing dan domba yang merasa gerah dengan suara gaduh hewan peliharaannya. Tidak biasanya kambing dan dombanya “mengembik” sehebat itu. Apa penyebabnya? Ternyata…, setelah diamati…, palungan atau tempat rumput pakan ternaknya kosong. Kemana Si Petruk? Biasanya setiap pagi dia sudah “merumput”, begitu gumamnya.

Beberapa saat kumudian, peternak tersebut sudah meluncur ke rumah Si Petruk. Persis di depan halaman rumah, dia bertanya pada anak Petruk: “Bapakmu ada? Tidak ada. Kemana? Ke Kota Kabupaten Pak. Naik apa? Naik truk. Pergi dengan siapa? Bersama rombongan”. Peternak itu, bertanya-tanya di dalam hatinya, ada keperluan apa Petruk bersama rombongan naik truk ke kota kabupaten? Bingung memikirkannya. Daripada bingung disini lebih baik pulang ke rumah saja, begitu bisikan hatinya.

Kira-kira pukul 13.00 wib., peternak itu kembali ke kandang, dan menjumpai Si Petruk yang sedang memasukkan rumput ke masing-masing palungan. Dengan gayanya yang lucu, dia berucap: “Sorry Bos! Saya tadi ada meeting. Biasa…, mengikuti unjuk rasa. Lumayan…, dapat satu bungkus nasi, satu pak rokok, satu botol Topi Miring (merk minuman keras), dan uang Rp50.000,00. Kamu mengikuti unjuk rasa itu, apakah tahu sesuatu yang sedang diperjuangkan? Tidak tahu…, bagaimana saya bisa tahu. Lha wong SD saja saya tidak tamat. Itu kan urusan korlap”, jawab Petruk.

Peristiwa itu terjadi empat tahun yang lalu. Bagaimana dengan kondisi yang akan datang? Begini…, unjuk rasa itu diperbolehkan, asalkan terlebih dahulu mengajukan permohonan izin ke kepolisiam. Ada syarat tertentu yang harus dipenuhi. Kemudian pada hari H para demonstran dikawal oleh aparat kepolisian. Artinya, di kantor kepolisian sudah ada jadwal unjuk rasa. Data yang ada di polres-polres di seluruh Indonesia dikirim ke Mabes Polri. Dengan demikian unjuk rasa secara nasional dapat diagendakan.

Indonesia adalah negara yang memiliki keaneragaman budaya. Inilah yang menjadi keunggulan kompetitif di bidang pariwisata. Kita sudah sering mendengar bermacam-macam jenis dan obyek wisata, antara lain: wisata alam, wisata sejarah, wisata relegi, wisata budaya, wisata kuliner dan lain-lain. Kali ini perlu dipikirkan terobosan baru, yakni wisata unjuk rasa. Wisata ini perpaduan antara wahana penyampaian pendapat dengan seni dan budaya. Jadi, tema unjuk rasa yang diusung disinergikan dengan sendra tari, orasi ilmiah dan pawai atau pengerahan masa yang tertib dan tidak anarkhis.

Bila unjuk rasa ini dikelola secara profesional maka dampaknya sangat positif bagi perjalanan politik dan ekonomi negara. Wisata unjuk rasa adalah bagian dari industri pariwisata yang dikelompokkan pada ekonomi kreatif. Sungguh aman, damai, indah dan sejahtera kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan demikian tidak ada yang fihak dirugikan oleh maraknya wisata unjuk rasa bahkan dapat menciptakan lapangan kerja yang baru. Termasuk pengamen jalanan yang bergembira sambil mendendangkan lagu Jamal Mirdad dengan judul “Yang Penting Hepi” seperti di bawah ini.

Suka-suka…
Nyanyi dipinggir jalan
Suka-suka…
Joget dipingir jalan
Bernyanyi
Walau bukan dangdut asli
Yang penting goyangnya
Berjoget
Walau bukan dangdut asli
yang penting kita bisa hepi
Yang penting tujuan demo tersalurkan
Yang penting demo bermartabat dan tak anarkhis
Yang penting demo happy dapat duit…

Malang, 30 Maret 2012
Djoko Rahardjo, Staf Subag Sardik UM

Post Author: humas admin

Comments are closed.