BENAHI DIRI DULU

“Hai orang orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”[QS Surah Ash-Shaff:2–3].

Tiada salahnya jika kita sempatkan sejenak untuk merenungkan pengajaran ayat Al-Quran di atas yang sebenarnya sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang merasa sudah menyatakan diri berikrar kepada Tuhan penciptanya untuk menaati-Nya, sebagai koreksi dan pengendali dalam perjalanan hidup manusia yang masih banyak lalainya meskipun ia sudah menyatakan beriman.

Tundukkan wajah yang biasa tengadah, redupkan mata yang biasa memandang tajam terhadap apa-apa yang mengasyikkannya, tenangkan hati yang selalu bergolak bagai air mendidih, dan gantikan senyum bagi mulut yang biasa terbahak dan bicara yang sia sia. Dari celah heningnya hati nurani yang paling dalam akan tebarkan fitrah ke seluruh jiwa meskipun sesaat, dan yang sesaat itu akan meninggalkan bisikan “betapa besar kecintaan Allah kepada hamba hambaNya”.

Bila kita resapi intonasi ayat di atas walau berupa teguran keras, tapi mengandung pengkhabaran bahwa pintu pengampunan itu masih disisakan bagi mereka yang terjerumus dalam pola hidup melampaui batas. Memang bila kita cermati ayat di atas kayaknya ditujukan khusus bagi ulil albab, yakni orang orang yang tidak bodoh, orang beriman, dan berpengetahuan: mereka yang pandai berargumentasi dan beretorika.

Ayat di atas bisa diartikan berkaitan dengan masalah kepemimpinan, baik memimpin diri maupun masyarakat. Sebelum bicara kepada masyarakat, sudah semestinya kalau menengok jati dirinya dulu: “Sudah berhasilkah ia dalam memimpin dirinya sendiri?” Sebab, semua aktivitas yang dilakukan oleh tubuh kita akan mempertanggungjawabkannya di hari hisab.

Melalui renungan sejenak ini, mudah-mudahan bisa memotivasi kita untuk selalu mengidentifikasi kesalahan-kesalahan diri dulu sebelum menunjukkan kesalahan orang lain. Kita akui untuk menata diri saja itu agak sulit karena berkaitan dengan kualitas diri dalam menata hati dan dari hati inilah pusat baik buruknya pribadi seseorang. Saya ingat kata Nabi SAW ibda’ binafsika fagh zu kha, yaitu harus memulai dari diri sendiri dulu lalu beristiqomahlah.

Sebagai tambahan referensi saya pernah baca, dulu ada seorang seniman Perancis umur 30 tahun yang bercita-cita ingin merubah dunia, tapi sampai pada umur 40 tahun cita-citanya tak berhasil. Lalu, ganti berkeinginan untuk merubah negaranya saja, Perancis, sampai umur 50 tahun keinginannya juga gagal. Kemudian, ia ingin mengubah kotanya saja, tapi gagal juga. Akhirnya, ia ingin mengubah keluarganya saja, tapi ia sudah terlanjur tidak dipercaya oleh keluarganya. Setelah di umur 70 tahun menjelang kematiannya, barulah ia sadar bahwa kalau ingin mengubah dunia ini harus mengubah dirinya dulu; baru cita-cita yang lain tentu akan bisa dicapainya. Perjalanan cita-cita di atas itu ditulis oleh saudaranya di sebelah batu nisan atas permintaan si seniman tadi

Pokok pertama dalam pembenahan diri adalah  iimaanun’amiiqun, yaitu membenahi dulu hubungan antara diri dengan Tuhannya agar dicapainya keimanan yang dalam, misalnya,  di setiap aktivitasnya ia selalu merasa kalau diawasi oleh Tuhannya. Kedua, membenahi diri melalui cara aktif dalam mendalami ilmu agamanya sehingga bisa mengikis sifat-sifat jahiliyahnya. Ketiga, khuluqun watsiiqun, yaitu membenahi akhlaq diri agar semakin kuat sehingga apapun yang menimpa, apapun yang ia terima selalu khusnuzhon kepada-Nya.

Pembenahan diri kepada sesama manusia tak kalah pentingnya sebab bisa mempengaruhi terhadap diterima tidaknya amalan-amalan yang lain. Jika berinteraksi dengan sesama itu secara baik, maka pergaulan yang baik itu akan bisa mengikat diri kita untuk ikut menanamkan nilai-nilai kebajikan. Bila kita dalam pergaulan yang salah maka kita akan menuai banyak masalah dan tentu akan terseret juga melakukan perbuatan yang salah. Kata Imam Ghazali ”nasehat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya, karena terasa pahit oleh hawa nafsu yang menyukai segala yang terlarang.”

Jadi, tidaklah mudah menyeru orang lain agar menjadi lebih baik, yang memang hukumnya wajib, yang berarti ikut membantu agama Allah. Akan tetapi, adakalanya manusia sulit untuk diubah karena selalu melihat orang lain bukan melihat dirinya. Oleh karena itu, bagi tokoh-tokoh masyarakat, khususnya para pengemban dakwah hendaklah membenahi diri sehingga orang lain pun ikut berbenah. Pada dasarnya resolusi diri itu tercermin dari kemauan individu untuk mengubah dirinya.

Post Author: humas admin