Sindrom Peterpan (Tidak ada kaitan dengan Band Peterpan Indonesia)

Pernahkah anda para remaja putri yang sedang menginjak fase remaja akhir bertemu dengan pria yang sangat sulit diajak berkomitment? Jika anda meminta dia berkomitmen, dia akan berpura-pura tulus. Pria itu akan datang ke rumah orang tua anda, membuat mereka yakin bahwa anda tidak salah pilih pasangan. Tidak sampai satu minggu, pria itu mendadak memutus seluruh kontak seolah menghilang. Beberapa waktu kemudian, anda melihat calon pasangan yang anda bangga-banggakan ternyata makan malam bersama dengan adik atau kakak perempuan kandung anda. Tentu, jika anda mengalami hal yang seperti ini, boleh dikatakan anda baru saja tertipu oleh seorang Peterpan.

Pengetahuan tentang sindrom Peterpan saya dapatkan ketika menerjemahkan jurnal ilmiah pesanan salah seorang perempuan mahasiswa psikologi sebuah universitas yang berminat meneliti hal ini. Sindrom Peterpan tidak ada kaitannya dengan band Peterpan yang digawangi Nazril Irham dan kawan-kawan. Sindrom ini merupakan personifikasi dari kisah dari Inggris, Peterpan, kisah tentang seorang anak yang tidak mau menjadi dewasa.

Peterpan, merupakan kisah seorang anak yang tidak mau beranjak dewasa. Kisah ini lantas digunakan oleh para psikolog untuk mendefinisikan laki-laki usia matang, antara 20 tahun hingga 40 tahun yang kerap berganti pasangan dalam waktu yang singkat. Laki-laki seperti ini cenderung bangga akan perbuatannya, di hadapan teman-temannya.

Para Peterpan mengalami trauma di masa remaja awal. Trauma ini berupa penolakan dari perempuan sebaya. Sebenarnya ini hal yang mudah. Masalah utamanya, para Peterpan rata-rata adalah orang-orang introvet. Mereka tidak mempunyai keberanian untuk bercerita dengan orang tuanya. Lambat laun, para Peterpan berpikir komitmen adalah omong kosong belaka. Obsesi masa remaja awal mereka pendam ke alam bawah sadar sehingga menjadi sebuah obsesi.

Pada awalnya, para Peterpan mengalami banyak penolakan, saat beraksi waktu SMA. Mereka tentu ditolak oleh orang tua si gadis dan si gadis itu sendiri. Masalahnya, penolakan itu bukannya membuat para Peterpan ciut nyali. Mereka malah bekerja keras di berbagai bidang yang mereka kuasai, menulis opini di media massa misalnya. Semakin menemui rintangan dan kegagalan, para Peterpan malah semakin berani berspekulasi dan bekerja keras. Hasil akhirnya, mereka menjadi lebih sukses dari pada orang-orang yang tidak terkena sindrom ini.

Kesuksesan ini membuat mereka lebih mudah menarik lawan jenis. Hasilnya dengan mudah mereka menjalin komitmen dan memutuskannya dalam waktu yang cukup singkat. Beberapa penelitian mengatakan bahwa dalam kondisi ekstrim, para Peterpan bisa memutuskan komitmen dengan orang tua si-gadis dalam waktu satu hari pasca komitmen dibuat.

Tentu, para Peterpan ini sebenarnya bisa sembuh. Caranya dengan terapi lingkungan. Bukan malah ditolak, karena para Peterpan akan semakin berani dan nekat atau mencari lingkungan baru. Mereka harus diberi pelajaran tentang arti sebuah ketulusan dan komitmen dalam menjalin sebuah hubungan. Mereka akan luluh dan berkomitmen karena menyadari sebuah ketulusan yang tidak dapat mereka sangkal dan sangka-sangka datang dari seorang perempuan.

 

http://www.facebook.com/notes/ferril-irham-muzaki/sindroma-peterpan-tidak-ada-kaitan-dengan-band-peterpan-indonesia/353139154707228

Post Author: humas admin

Leave a Reply

Your email address will not be published.