Kesungguhan memajukan fotografi Indonesia yang didukung penuh oleh Kemenparekraf

Acara workshopnya sudah selesai. Evaluasi pun sudah dilakukan. Sementara pengamatan pada titik titik yang by design memang disusun sebagai parameter juga terus diamati. Target kami, snow ball effect dari workshop kemarin harus terus bergulir. Seberapa pelanpun laju gulirnya, yang penting efeknya harus terus bergulir.

Diselenggarakan selama 2 hari di Hotel Harris pada tanggal 4-5 Desember lalu, kami mengundang semua komunitas fotografi se Malang Raya. Ada 24 nama komunitas di daftar undangan. Dan karena diselenggarakan di tengah minggu pada minggu minggu ujian tengah semester, maka peserta yang hadir hanya 19 orang. Tapi tidak ada ‘jam jam mengantuk’ selama acara, meski peserta harus hadir di venue tepat jam 6 pagi di hari kedua.

Rupanya, Kemenparekraf sudah sejak Mei lalu berkeinginan untuk ke Malang. Tepatnya sejak acara FGD di selenggarakan di Jakarta dan Surabaya. Alasannya sederhana, ibu Menteri sudah pernah menyaksikan sendiri potensi-potensi luar biasa yang ada di Malang. Sehingga ada perintah langsung untuk  selalu keep contact dengan orang orang kreatif yang potensial dari Malang, demi menindaklanjutinya. Waktu itu (sekitar dua tahun yang lalu), yang terlihat menonjol dalam sesi tea time dengan ibu Menteri adalah dari animasi dan fotografi. Dan keduanya memang terdiri dari orang orang Univ Negeri Malang.

Bahkan Kemenparekraf, sudah sejak 2 tahun lalu berkeinginan mendukung apa yang dilakukan oleh orang orang kreatif kota Malang, yang sebagian besarnya adalah warga Univ Negeri Malang. Termasuk mendukung misi penulis untuk mengembalikan mindset fotografer dan pebelajar fotografi di Indonesia ke jalan keilmuan yang benar. Liputan lengkap ada di link berikut. Membaca liputan tersebut, Anda akan segera berada pada kesimpulan bahwa penulis dan teman teman memang sedang memperkenalkan metode yang benar tentang pembelajaran fotografi.

Stressing point: apa yang kami ajarkan di workshop tersebut, bukanlah sebuah teori baru. Itu adalah metode yang sudah ada sejak Ansel Adam berusaha menuliskan caranya berfotografi. Hanya pengajar fotografi kita sajalah yang tidak/belum tahu tentang satu satunya hukum di fotografi tersebut.

Katakanlah penulis sedang terlalu sinis. Tapi fakta memang membuktikan bahwa metoda dan dasar pembelajaran fotografi di Indonesia (termasuk di dalam kampus UM sendiri) memang tidak tepat. Menghasilkan generasi yang mengaku sudah belajar fotografi tapi terbukti tidak memiliki pemahaman pada akar keilmuan fotografi. Mindset yang bermasalah karena metoda dan dasar pembelajaran yang tidak tepat itu, diperparah dengan attitude dan karakter generasi muda yang tidak memiliki role model yang benar.
Penulis, dengan dukungan komunitas Warkop Malang sedang berusaha untuk mengembalikan mindset tersebut ke jalan keilmuan yang benar. Sebuah usaha yang tidak ringan. Bahkan justru terasa sangat berat karena yang terlihat paling parah adalah UM. Jika biasanya, pihak akademik mendukung perubahan ke arah yang lebih baik, sementara pihak pemerintah tidak menanggapi serius. Kali ini, fenomena itu terbalik.

Kemenparekraf, mulai dari ibu Menteri hingga sub dir Fotografinya sudah mendukung penuh. Pihak akademis lah yang bergerak ‘tidak maju’. Lalu, kami harus bagaimana?

Eny Erawati, S.Sn

Post Author: humas admin