REMBULAN TERSENYUM… Bagian Ke-2

REMBULAN TERSENYUM DI LANGIT MELONGOANE

(Bagian Ke-2)

Oleh: Djoko Rahardjo*

Siang itu kami merasa senang karena bertemu  dengan Pak Benny Dollo. Selama ini kami mengenalnya hanya melalui siaran di televisi, Usai foto bersama beliau pulang ke daerahnya di Sulawesi Utara. Beberapa saat kemudian kami telah sampai di tempat pengambilan barang. Ada beberapa sopir taxi yang menawarkan jasanya. Kami tidak segera menjawabnya karena masih menunggu telepon dari seorang teman . Ternyata Pak Danny Rumangkang teman kami—yang menjadi Trainer TEQIP UM di Melongoane—telah menanti di Pelabuhan Kota Manado.

Peralatan dan barang-barang yang akan digunakan untuk kegiatan Diseminasi bagi Guru SD di Melongoane, Kabupaten Talaud, segera kami serahkan pada sopir taxi. Mendung yang menyabkan udara menjadi panas, tiba-tiba menumpahkan air hujan yang begitu deras. Itulah hujan yang pertama kali turun di Kota Manado. Biasanya udara di Kota Manado pada siang hari terasa panas tetapi kali ini terasa segar.

Mobil taxi meluncur pelan karena di Kota Manado sedang ada pameran kebudayaan. Tigapuluh menit kemudian kami telah sampai di Pelabuhan Manado. Ada ungkapan yang menyatakan: “Banyak teman dan banyak saudara itu menguntungkan”. Begitu pula kami tidak perlu bersusah  payah antri tiket kapal laut karena sudah dibelikan oleh Pak Danny satu hari sebelumnya. Beliau  adalah salah satu  dari empat belas Trainer Teachers Quality Improvement Program (TEQIP)  Kabupaten Talaud yang telah di latih oleh UM. Menurut keterangan beliau, waktu tempuh kapal laut dari Pelabuhan Manado ke Pelabuhan Melongoane kurang lebih  16 (enambelas) jam. Mungkin bagi sebagian orang yang terbiasa naik pesawat terbang dari Bandara Manado ke Bandara Melongoane—yang  ditempuh dalam waktu kurang lebih setengah jam—terasa lama dan menyiksa diri.

Sudah dua minggu Bandara Melongoane tidak dapat didarati pesawat terbang karena ada “sengketa”. Semua aktifitas penerbangan berhenti total. Kami mengambil hikmahnya, Sebab selama ini belum pernah naik kapal laut di lautan bebas selama 16 jam. Kalaupun pernah naik kapal laut hanya sebatas naik kapal penyeberangan dari Pelabuhan Ketapang Banyuwangi ke Pelabuhan Gilimanuk Bali. Sersan Djoko Rahardjo terkejut ketika melihat Pelabuhan Manado. Mengapa? Bagaimana tidak terkejut karena semua fasilitas pelabuhan dalam keadaan darurat! Maklum sedang ada perombakan total! Bagaimana ini? Saya membawa koper dan lain-lain harus menyeberangi dermaga dengan jembatan “selembar” papan kayu yang berukuran lebar 30 cm. Waduh…, jangan-jangan saya pulang hanya tinggal nama. Bagaima bila kaki terpeleset dan jatuh ke dalam laut?

BERSAMBUNG …

Melongoane -Talaud – Sulut,  1 Oktober 2012

*) Djoko Rahardjo, Staf Subbag Sarana Pendidikan  BAAKPSI UM

 

Post Author: humas admin