REMBULAN TERSENYUM… Bagian Ke-3

REMBULAN TERSENYUM DI LANGIT MELONGOANE

(Bagian Ke-3)

Oleh: Djoko Rahardjo*

Dermaga tempat bersandarnya kapal laut yang akan kami tumpangi nampak padat. Barang-barang yang akan dinaikkan ke kapal sudah siap di halaman pelabuhan. Beberapa hari sebelumnya ada kapal laut yang terbakar. Bangkai kapal laut itu bagaikan ikan paus yang terdampar, terkapar  dan penuh luka. Di samping kiri kapal yang terbakar itu, adalah tempat bersandarnya Kapal Venecian yang akan kami tumpangi.

Di saat-saat seperti ini, seorang sersan harus segera mengambil keputusan. Sebab tidak mungkin barang-barang perbekalan akan dipanggulnya sendiri. Memikul atau memanggul barang dengan melewati “titian yang sangat sempit” di atas laut adalah pekerjaan yang berisiko tinggi. Daripada jatuh ke dalam laut lebih baik meminta jasa pada tiga orang kuli angkut pelabuhan. Memang…, biaya angkut ini sulit untuk dipertanggungjawabkan (dispjkan) tetapi ini adalah pengeluaran riil.

Hari mulai merangkak senja tetapi Koprol Ali Rohmad yang sedang makan di warung nasi–di   luar Pelabuhan Kota Manado—belum kelihatan batang hidungnya. Tiba-tiba terdengar bel panjang pertanda kapal akan berangkat. Betapa cemas hati ini, kuambil handphone yang ada di pinggang, lalu…:

“Bang,,,, Bang Ali! Kapal akan segera berangkat!” Begitu pintaku tetapi tak ada jawaban.

Kuulangi sampai empat kali tetapi belum ada jawaban. Bingung! Cemas!
“Ono opo Jack! Aku jik  tas mangan! (Ada apa Jack! Saya baru saja makan!”). Jawab Koprol Ali.

“Bang! Kapale kate budhal! Mlayuo! Selak ditinggal kapal! (Bang! Kapalnya segera berangkat! Lari! Segera ditinggal kapal!)”.

Beberapa menit kemudian, dengan nafas yang tersengal-sengal, Koprol Ali sudah berada di atas kapal. Tepatnya di depan kamar nomor 9, lantai 2. Sambil menata nafasnya, dia menceritakan keadaannya:

“Waduh Jack…, ambekanku koyok kate pedhot! Mlayu tak getno! (Waduh Jack…, nafasku seperti akan putus! Saya berlari kencang!”

“Ngombe sik Bang! Ambekanmu cek lancar…. Yok opo? Saiki wis penak ta?”  (Minum dahulu Bang! Nafasmu biar lancar…. Bagaimana? Sekarang sudah enak, kan?”).

“Hem…, lumayan, lega…, plong….”

“Kamu tadi membawa tas yang berisi uang Rp160.000.000,00 (seratus enam puluh juta rupiah), untuk biaya pelaksanaan Diseminasi 1 Guru TEQIP di Melongoane. Sekarang tas itu dimana?”

“Waduh celaka! Jangan-jangan tertinggal di warung nasi!” Kata Koprol Ali dengan raut muka yang terlihat tegang.

BERSAMBUNG …

Melongoane – Talaud – Sulut,  2 Oktober 2012

*) Djoko Rahardjo, Staf Subbag Sarana Pendidikan  BAAKPSI UM

Post Author: humas admin