Tak Ada Nasi Koranpun Jadi

TAK ADA NASI KORAN PUN JADI

Oleh:

Ayyu Subhi; Nuril W; Iin Yuliati; Handi M

Koran adalah sarana pemuas kebutuhan informasi masyarakat yang haus akan berita. Dewasa ini, perkembangan teknologi memberikan pengaruh besar bagi pertumbuhan media cetak di Indonesia. Koran dengan berbagai judul mulai bermunculan bak jamur di musim hujan baik lokal maupun nasional. Pada umumnya begitu isinya telah dilahap habis, koran akan dibiarkan bertumpuk, dimanfaatkan sebagai pembungkus bahkan tak ayal riwayat koran akan berakhir di tempat penimbangan. Namun, kita patut memberi acungan jempol kepada awak redaksi “Metro”, yaitu sebuah koran yang terbit di negara Inggris, dan Heston Blumenthal, sang ilmuwan kuliner yang berhasil menciptakan sebuah terobosan terbaru dan ide unik dari sebuah koran. “Tak Ada Nasi Koran pun Jadi”, pepatah inilah yang kiranya pantas menggambarkan keunikan fungsi koran yang tak lagi sebatas sebagai media massa tetapi juga dapat dimakan. Jadi, setelah dibaca koran tidak perlu dibuang, tetapi dimakan isinya. Soal rasa sudah tidak diragukan lagi. Para relawan sudah mencabik-cabik koran itu dengan gigi mereka dan menelannya. Kemudian, mereka menganggukkan kepala dan menilai koran itu lezat. Selain itu, proyek koran Metro ini akan mendorong kebiasaan daur ulang dalam masyarakat.
Apabila penemuan ini diadopsi di negara Indonesia, maka bisa jadi akan memunculkan sebuah kontroversi baru. Di satu pihak mereka mungkin mengamini karena koran bisa dimakan ini merupakan terobosan inovasi terbaru yang dapat meningkatkan budaya baca di Indonesia. Koran yang bisa dimakan ini adalah suatu penemuan unik yang dapat menarik minat kawula muda maupun orang dewasa untuk membiasakan diri membaca koran. Kehadiran koran yang dapat dimakan merupakan penampilan baru sebuah koran sehingga pasti akan menarik perhatian dan rasa penasaran masyarakat. Dengan adanya penemuan ini, saya berharap dapat menghidupkan kembali fungsi koran sebagai media cetak yang sekarang mulai tergusur oleh adanya internet.
Koran yang dapat dimakan ini juga dapat mengurangi globalwarming, yaitu dengan membiasakan diri mendaur ulang koran. Sebenarnya telah ada segelintir masyarakat yang telah berhasil menyulap koran bekas menjadi pernak-pernik yang benilai jual tinggi. Namun, dengan adanya penemuan baru tentang koran yang dapat dimakan, masyarakat akan lebih praktis dan efisien dalam mendaur ulang koran. Keuntungan yang akan diperoleh setelah membaca koran yang dapat dimakan berlipat ganda. Pertama, kita mendapat pengetahuan karena telah membaca Koran, dan yang kedua perut kita kenyang karena setelah dibaca koran tersebut dapat dimakan. Sebuah angan terbesit dari benak saya, suatu saat apabila koran yang bisa dimakan ini direalisasikan di masyarakat maka tak ayal lagi nasi sebagai makanan pokok lambat laut bisa jadi tergantikan oleh kehadiran koran yang bisa dimakan.
Di sisi lain, yang menjadi kendala apabila kita menerapkan koran yang bisa dimakan ini di Indonesia adalah dana produksi. Koran yang dapat dimakan ini terbuat dari adonan tepung maizena, minyak sayur, permen arab, air dan asam sitrat yang dimasak hingga menjadi pasta liat dan dibentuk menjadi lembaran yang diatur sedemikian rupa menjadi judul, foto, dan artikel. Dengan bahan-bahan seperti yang telah dijelaskan tersebut, pembuatan koran yang dapat dimakan tentunya mengeluarkan dana yang lebih besar dibandingkan pembuatan koran biasa. Hal ini akan berpengaruh pada harga penjualan. Padahal, tidak diragukan lagi masyarakat mempunyai kebudayaan menyukai harga yang lebih murah. Kita sebagai orang timur yang memegang teguh nilai kesopanan, tentu menganggap memakan koran sebagai hal yang kurang wajar dan risih apabila melihatnya. Oleh karena itu, apabila koran yang bisa dimakan ini diterapkan di Indonesia maka tak bisa dipungkiri akan menemukan banyak kendala.
Langkah bijak yang bisa diambil untuk merealisasikan koran yang bisa dimakan adalah dengan mengurangi biaya produksi. Biaya produksi dapat ditekan dengan penggunaan bahan lain yang lebih murah harganya. Misalnya saja, tepung maizena diganti dengan tepung tapioka yang harganya lebih miring. Untuk itu, diperlukan kerja keras dan kreativitas dari masyarakat untuk membuat terobosan baru mengenai penerapan koran yang dapat dimakan di masyarakat. Apabila inovasi-inovasi terbaru dari anak-anak bangsa diadopsi maka tak ayal lagi koran dapat dijadikan sebagai media untuk meningkatkan budaya gemar membaca di Indonesia.

CATATAN REDAKSI: Status Sdri. Siska Indarwati sudah diubah dari KONTRIBUTOR menjadi PENULIS. Artinya, Sdri bisa langsung menerbitkan tulisan. Semoga tetap menjaga kualitas tulisan. Terima kasih.

Post Author: humas admin

Leave a Reply

Your email address will not be published.