KHUTBAH JUMAT: MUHASABAH AWAL 1433 H & PENGHUJUNG 2011 M

Di awal tahun baru 1433 H dan di pengujung tahun 2011 M ini, marilah kita melaklukan muhasabah, perhitungan, dan perenungan atas niat semua amalan ibadah kita, baik ibadah khas maupun ibadah aam.
Dalam sebuah hadis sahih yang panjang riwayat Muslim (hadis nomor 1089), Abu Hurairah r.a. berkata saya pernah mendengar Rasulullah bersabda
“Sesungguhnya, manusia pertama diadili pada hari kiamat adalah:
1. Orang yang terbunuh dalam pertempuran, lalu dia dihadapkan kepada Allah, kemudian Allah menampakkan kenikmatan kepada orang itu, dan orang itu pun melihatnya. Lalu, Allah bertanya: “Apa amalan untuk memperoleh kenikmatan itu?”. Orang itu menjawab, “Saya pernah berperang membela agama-Mu, sehingga saya mati syahid”. Allah berfirman, “Kau berdusta! Kau berperang hanya agar kau disebut sebagai pemberani. Dan kau telah disebut pemberani.” Maka, diputuskan hukuman orang itu, lalu dia ditarik di bagian mukanya untuk dilemparkan ke neraka.
2. Orang yang mempelajari ilmu lalu dia ajarkan kepada orang lain. Dia juga membaca Al-Quran. Orang itu dihadapkan kepada Allah, kemudian Allah menampakkan kenikmatan kepada orang itu, dan orang itu pun melihatnya. Lalu, Allah bertanya: “Apa amalan untuk memperoleh kenikmatan itu?”. Orang itu menjawab, “Saya mempelajari ilmu, lalu saya ajarkan kepada orang lain. Saya juga membaca Al-Quran. Semuanya karena-Mu”. Allah berfirman, “Kau berdusta! Kau mempelajari ilmu agar kau disebut sebagai ilmuwan. Kau membaca Al-Quran agar kau disebut sebagai qari’. Dan kau telah disebut seperti itu.” Maka, diputuskan hukuman orang itu, lalu dia ditarik di bagian wajahnya untuk dilemparkan ke neraka.
3. Orang yang diberi kelonggaran oleh Allah dan diberi segala macam harta. Orang itu dihadapkan kepada Allah, kemudian Allah menampakkan kenikmatan kepada orang itu, dan orang itu pun melihatnya. Lalu, Allah bertanya: “Apa amalan untuk memperoleh kenikmatan itu?”. Orang itu menjawab, “Tidak ada kebaikan yang Engkau perintahkan untuk didanai melainkan aku turut mendanai. Semuanya karena-Mu”. Allah berfirman, “Kau bohong! Kau berbuat seperti itu agar kau disebut sebagai dermawan. Dan kau telah disebut sebagai dermawan saat di dunia.” Maka, diputuskan hukuman orang itu, lalu dia ditarik di bagian wajahnya untuk dilemparkan ke neraka.”

Sidang jumat yang dimuliakan Allah,
Hadis tersebut mengajari kita tentang peran penting niat atau motivasi beramal terhadap proses, prosedur, hasil, dan imbalan atas perbuatan dan amal ibadah kita.

Kebenaran dan kesalahan niat kita dalam beramal sangat menentukan hasil dan imbalan yang akan kita terima: tunggal ataukah ganda. Jika kita hanya berniat untuk kepentingan amalan dan pekerjaan kita, maka kita hanya akan mendapatkan hasil dan imbalan tunggal, yakni konsekuensi dan implikasi logis, konsekuensi dan implikasi manusiawi, konsekuensi dan implikasi inderawi, konsekuensi dan implikasi materi, konsekuensi dan implikasi duniawi dari usaha kita.
Sebaliknya, motivasi dan niat yang benar, tulus, ikhlas untuk mendapatkan ridla dan kasih Allah dalam stiap perbuatan, amalan, dan ibadah, maka kita akan mendapatkan hasil dan imbalan berganda: duniawi-ukhrawi, lahir-batin, materi-spiritual, harta-pahala.

• Mahasiswa yang menuntut ilmu dengan niat untuk memperoleh gelar sarjana, magister, atau doktor; maka setelah lulus dia hanya mendapatkan gelar itu saja karena memang niatnya untuk itu.
• Guru atau dosen mengajar berniat untuk memperoleh gaji atau honorarium, setelah mendapatkan gaji dia tidak mendapatkan apa-apa lagi. Selesai urusannya. Jangan harap dapat berkah atau pahala atas ilmu yang diajarkannya.
• Pimpinan suatu instansi yang memimpin untuk memperoleh popularitas, maka usai era kepemimpinannya paling-paling hanya tertinggal jejak tanda tangan di prasasti: prasasti peresmian gedung, jejak tanda tangan pada peratuan yang dia buat, atau lukisan tanda tangan pada ijazah, sertifikat, atau tanda penghargaan yang pernah dia tanda tangani. Atau, mungkin hanya disebut: itu lho mantan walikota, dia itu mantan rektor, dia itu dekan fakultas ini periode lalu. Setelah itu, tidak ada apa-apanya.

Niat pula yang menentukan keberkahan dan kemanfaatan atas hasil usaha kita bernilai jangka panjang atau jangka pendek. Keberkahan dan kemanfaatan jangka panjang hanya bisa diperoleh dari usaha dengan niat yang benar, tulus, ikhlas untuk menggapai kasih dan ridla Allah. Contoh kecil berikut patut kita renungkan
• Kerindangan dan keindahan taman suatu wilayah yang saat ini kita nikmati, sebagian besar adalah hasil karya pemimpin sebelum kita 5—10 tahun yang lalu. Dengan kata lain, saat ini seorang pemimpin yang menanam pohon untuk penghijauan dan keindahan di wilayahnya, baru dinikmati hijaunya, rindangnya, indahnya, warna-warni bunganya, bergerombol buah-buahannya baru dinikmati oleh pemimpin atau warga 5—10 tahun yang akan datang saat beliau sudah tidak menjabat, atau sudah pensiun, bahkan sudah meninggal dunia.

Hadirin jamaah salat jumah kekasih Allah,
Penataan niat ibadah kepada Allah yang perlu kita introspeksi adalah seringnya kita menimbang, mengukur, dan menilai amal kita dengan imbalan atau balasannya: ingin surga dan takut neraka. Kita beribadah dan beramal untuk memperoleh imbalan surga. Kita menghindari maksiat karena takut neraka. Untuk tahapan tertentu, memang tidak salah. Akan tetapi, pada tahapan yang lebih tinggi, timbangan, ukuran, dan penilaian itu perlu diubah. Gapaian surga atau keterhindaran dari neraka itu semata-mata karena kasih Allah. Adapun amalan itu semata-mata sebagai sarana untuk mencintai Allah, sarana mengabdi kepada-Nya.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a. dia berkata: Rasulullah saw pernah bersabda, “Perbaikilah dirimu, ucapkan kebaikan, dan sampaikan informasi yang menyenangkan. Sesungguhnya, amal seseorang tidak akan bisa memasukkannya ke dalam surga.”
Orang-orang bertanya, “termasuk amal Anda juga, ya Rasulullah?” Belaiu menjawab, “Ya, termasuk amalku juga, kecuali jika Allah mencurahkan rahmatnya kepadaku. Ketahuilah bahwa amal yang paling disenangi oleh Allah adalah amal yang paling lestari, meskipun sedikit (HR Bukhori & Muslim, dalam hadis Muslim nomor 1927).

Disebutkan dalam kisah, di siang hari, penyair sufi Rabi’ah al Adawiyah membawa ember berisi air di tangan kanannya dan membawa obor menyala di tangan kirinya. Dia membawanya sambil berteriak akan kubakar surga dan akan kupadamkan neraka dengan bawaanku ini. Mengapa? Karena manusia beribadah hanya menginginkan surga dan takut nereka. Mereka tidak mencintai Alllah dan juga tidak takut akan murka Allah.

Hadirin jamaah salat jumah kekasih Allah
Kemukhlisan yang perlu kita muahasabah di awal dan di akhir tahun ini menyangkut pemurnian akidah kita.

وَمَآ أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ …{5}
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus, …. (QS. 98:5)

• Allah Maha Tunggal. Allah tempat bergantung (QS. Al-Ikhlas).
• Kita berlindung kepada Allah dari: dari kejahatan makhluk-Nya; dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan-kejahatan tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (QS. Al-Falaq).
• Kita berlindung kepada Allah dari: kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi; yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia (QS. Annaas)
Mengapa sebagian dari kita masih mempercayakan nasib pada tukang ramal; masih mengandalkan dukun untuk menyelesaikan masalah; masih takut bahkan minta tolong pada jin, syaitan, peri, perewangan. Padahal, itu menyesatkan, syirik, dan merendahkan harga diri dan martabat manusia beriman.
Dukun atau paranormal adalah manusia sok tahu, bahkan kadang melampaui kewenangan Allah. Mempercayai dan mengabdi dukun atau paranormal adalah upaya jahiliyah. Manusia adalah makhluk paling mulia, bahkan dibandingkan dengan malaikat sekalipun, apalagi dibandingkan dengan jin, syetan, dan sebangsanya.

Masjid Al-Hikmah UM, 2 Desember 2011
Dawud

Post Author: humas admin

Leave a Reply

Your email address will not be published.